Rss

Rabu, 28 November 2012

Makalah Pendekatan Melayu sebagai Pendukung Persatuan NKRI


Makalah Pendekatan Melayu sebagai Pendukung Persatuan NKRI

Wiriyanto Aswir
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau
Kota Pekanbaru
2012















BAB I
Pendahuluan
1.1              Latar Belakang

Budaya Melayu merupakan salah satu budaya besar yang pernah ada di Indonesia,kerajaannya yang terbentang luas pada peta kekuasaan sejarah masa lalu jelas berbeda dengan yang ada pada hari ini di Indonesia.Sedangkan NKRI yang membahasakan persatuan dalam Negeri merupakan hal yang mutlak harus dilindungi oleh segenap bangsa Indonesia.Maka dari itu diperlukan alat pemersatu didalamnya,yang mana Melayu bias dijadikan potensi untuk  dijadikan alat integrasi didalamnya

1.2              Tujuan  Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai melayu dan hubungannya dengan NKRI.
1.3              Rumusan permasalahan
a.Apa defenisi NKRI?
b.Apakah defenisi Melayu?
c.Pendekatan apakah dalam Melayu yang bisa dijadikan pemersatu NKRI?








BAB II
Pembahasan

II.1 Defenisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Beberapa definisi negara oleh para ahli :[1]

 Benedictus de Spinoza: “Negara adalah susunan masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis).”
Prof. Nasroen: Negara adalah suatu bentuk pergaulan manusia dan oleh sebab itu harus ditinjau secara sosiologis agar dapat dijelaskan dan dipahami.

Mr. J.C.T. Simorangkir dan Mr. Woerjono Sastropranoto: Negara adalah persekutuan hukum yang letaknya dalam daerah tertentu dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kepentingan umum dan kemakmuran bersama.

Kita semua merupakan bangsa Indonesia yang bertempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun pengertian/definisi dari “bangsa” dan “negara” mempunyai suatu perbedaan. Bangsa merupakan suatu masyarakat di dalam suatu daerah yang sama dan juga mereka pun patuh kepada kedaulatan negara. Bangsa juga merupakan suatu persekutuan hidup yang mana berdiri sendiri dan juga pada setiap anggota persekutuan hidup yang disebutkan itu merasa mempunyai kesatuan ras, bahasa, agama, dan juga adat istiadat.[2]

    Jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang memiliki rasa kesatuan dalam hidup bermasyarakat, saling bersatu sebagai sesama masyarakat dalam satu negara, saling membantu karena manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri dalam suatu wilayah negara.

II.2 Defenisi Melayu
Defenisi melayu dalam kata perkata bias kita perhatikan sebagai berikut:


1.suku bangsa dan bahasa di Sumatra, Semenanjung Malaysia, dan di pelbagai daerah di Asia Tenggara;

-- pasar bahasa Melayu rendah yg dipakai sbg bahasa pengantar dl pergaulan umum; -- pasaran Melayu pasar; -- Polinesia rumpun bahasa besar yg meliputi suatu daerah kepulauan luas yg di bagian barat dibatasi oleh bahasa-bahasa di Madagaskar, di utara oleh bahasa-bahasa penduduk asli Taiwan, di selatan oleh bahasa-bahasa di Indonesia, dan di timur oleh kepulauan yg paling timur di Oceania, yaitu Pulau Paskah; Austronesia; -- rendah Melayu pasar; -- tinggi bahasa Melayu resmi; bahasa Melayu standar
source: kbbi3
2. suku bangsa dan bahasa di Sumatra, Semenanjung Malaysia, dan di pelbagai daerah di Asia Tenggara;[3]


Suku Melayu adalah nama yang menunjuk pada suatu kelompok yang ciri utamanya adalah penuturan bahasa Melayu. Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah suku Melayu sekitar 15% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat [4]
Adapun perkataan Melayu itu sendiri mempunyai kepada tiga pengertian, yaitu Melayu dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya. Melayu dalam pengertian sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah, juga dengan adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina. Melayu dalam pengertian suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri.
Di Indonesia yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah yang mempunyai adat istiadat Melayu, yang bermukim terutamanya di sepanjang pantai timur Sumatera, di Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Pemusatan suku bangsa Melayu adalah di wilayah Kepulauan Riau. Tetapi jika kita menilik kepada yang lebih besar untuk kawasan Asia Tenggara, maka ianya terpusat di Semenanjung Malaya.)
Kemudiannya menurut orang Melayu, yang dimaksud orang Melayu bukanlah dilihat daripada tempat asalnya seseorang ataupun dari keturun darahnya saja. Seseorang itu dapat juga disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dan mempunyai adat-istiadat Melayu. Orang luar ataupun bangsa lain yang datang lama dan bermukim di daerah ini dipandang sebagai orang Melayu apabila ia beragama Islam, mempergunakan bahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu.[5]

II.3 Pendekatan Melayu untuk mendukung persatuan NKRI
Ada beberapa pendekatan dalam Melayu yang bias digunakan untuk mendukung persatuan NKRI ,diantaranya adalah :
a.Pendekatan asal muasal bahasa Indonesia
Ba hasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu[6]

Pendekatan Melayu dalam arti luas

Pengertian melayu pada hakikatnya merupakan suatu yang luas dan kompleks. Karena pada dasarnya melayu bangsa yang besar. Secara terminologis para pakar berpendapat berbeda tentng definisi melayu terkhusus pengertian melayu secara luas. [7]
Muchtar Lutfi membagi pengertian “Melayu” dalam tiga pengertian. Pertama, Melayu dalam arti satu ras diantara ras-ras lain. Ras Melayu adalah ras yang berkulit cokelat. Ras Melayu ada­lah hasil campuran dari ras Mongol yang berkulit kuning, Dravida yang berkulit hitam, dan Aria yang berkulit putih. Kedua, Melayu dalam arti sebagai suku bangsa. Akibat perkembangan sejarah dan perubahan politik, ras Melayu sekarang terbagi dalam bebe­rapa negara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina dan Madagaskar. Dalam kesatuan bangsa masing-masing negara, Melayu tidak dipandang sebagai ras, tetapi sebagai suku bangsa. Ketiga, Melayu dalam pengertian suku atau etnis. [8]
Tengku Luckman Sinar mendeskripsikan bahwa seseorang dianggap sebagai Melayu apabila telah memenuhi syarat sebagai orang Islam, berbicara bahasa Melayu, mempergunakan adat istiadat Melayu, dan memenuhi syarat menetap di tempat tertentu. Jadi, istilah Melayu adalah berdasarkan kultural.
M. Junus Melalatoa menunjukkan fakta sejarah tentang asal-usul orang Melayu di nusantara. Bahwa telah terjadi 3 (tiga) tahapan migrasi ras yang menjadi cikal bakal orang Melayu.
Hasan Muarif Ambary berpendapat lain. Ia mengungkapkan bahwa pada awal masuknya Islam di Nusantara, sultan-sultan Melayu mengaitkan asal-usulnya dengan Iskandar Zulkarnaen (Alexander the Great). Hal ini diketahui dari prasasti makam-makam kuno yang bertulis huruf Arab di beberapa daerah di Nusantara. Pada makam-makam kuno di kota Ternate misalnya, memuat nama-nama Sultan Ternate, yang umumnya memakai gelar resmi yang selalu dipakai oleh para raja, yaitu Iskandar Qulainshah. Dengan demikian, raja-raja Ternate yang dari segi etnis tidak dikelompokkan sebagai raja-raja Melayu, sebenarnya memakai tradisi Melayu dengan mengaitkan nama diri pada Iskandar Zulkarnaen. [9]
Berdasarkan beberapa pengertian Melayu yang dikemukakan oleh para ahli/pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah Melayu dimaknai sebagai sebuah kultur. Bukan Melayu sebagai suku, etnis, atau entitas budaya dalam arti sempit lainnya. Artinya Melayu adalah setiap tempat, komunitas, kelompok masyarakat ataupun daerah di belahan dunia manapun yang masih atau pernah menjalankan tradisi Melayu.
Dengan kata lain, kebudayaan atau budaya Melayu yang melatarbelakangi ikatan warga masyarakat yang berlandaskan kenyataan sejarah sejak dahulu kala, tidaklah merupakan ikatan sempit berdasarkan darah keturunan (genealogis) ansich tetapi lebih pada suatu ikatan kultural (cultural bondage). Dengan demikian kata “Melayu” merujuk pada setiap masyarakat keturunan melayu, baik proto melayu, deutro melayu atau ras austronesia lainnya, penutur bahasa Melayu (tepatnya melayu polinesia) dan/atau mengamalkan adat resam budaya Melayu. Tradisi atau adat resam Melayu yang dijalankan/diberlakukan tersebut merupakan kepribadian orang Melayu yang dibentuk oleh adat istiadat Melayu yang terimplementasikan dalam cara berpikir, bersikap, dan bertingkah laku.





BAB III
Penutup

III.1 Kesimpulan
Dari bahasan makalah diatas dapat lah kita pahami dua pendekatan yang bias digunakan untuk menjelaskan peran penting Melayu dalam penyatuan defenisi NKRI yang kini kita pahami di Negara Indonesia,baik dalam segi Bahasa persatuan,dan juga sisi universal dari pengertian Melayu dalam arti luas,yang dipengaruhi oleh factor kesejarahannya

III.2
Kami selaku penulis menyarankan agar pembaca turut serta dalam mengembangkan nilai nilai local-historis kesejarahan untuk mendukung penyempurnaan makalah ini













Daftar Pustaka
http://www.artikata.com/arti-340309-melayu.html


http://id.wikipedia.org/wiki/Melayu_Riau
Aziz, maleha, Asril, Sejarah Kebudayaan Melayu, Cendikia Insani, Pekanbaru, 2007.
Melayu Online, 2008: Melayu Online.com
Hamidi, UU. Riau Doeloe-Kini dan Bayangan Masa Depan, UIR Press, Pekanbaru, 2002

http://indonesialanguage.blogspot.com/2008/02/asal-usul-bahasa-indonesia.html
http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/08/definisi-negara-oleh-para-ahli.html
http://blog.unnes.ac.id/davinablog/2010/11/23/pengertian-negara-kesatuan-republik-indonesia/


[1] http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/08/definisi-negara-oleh-para-ahli.html
[2] http://blog.unnes.ac.id/davinablog/2010/11/23/pengertian-negara-kesatuan-republik-indonesia/
[3] http://www.artikata.com/arti-340309-melayu.html
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Melayu_Riau
[6] http://indonesialanguage.blogspot.com/2008/02/asal-usul-bahasa-indonesia.html
[7]Aziz, maleha, Asril, Sejarah Kebudayaan Melayu, Cendikia Insani, Pekanbaru, 2007.
[8] Melayu Online, 2008: Melayu Online.com
[9] Hamidi, UU. Riau Doeloe-Kini dan Bayangan Masa Depan, UIR Press, Pekanbaru, 2002

Selasa, 17 April 2012

arti kata membuat

membuat mu terkesan seperti dahulu
adalah ingatanku yang paling dalam
membuatku bodoh karena mengecewakanmu
adalah memori yang tak pernah kembali

kau adalah kau
bagian terindah dari jagat batin di tubuhku
kau adalah kau
bagian terbaik dalam ingatanku

bagaimana aku bisa lupa?

kadang dunia semakin menyesakkan
aku begitu picik untuk mulai melupakan

membuatku tuli dan tak lagi coba dengarkan kisahmu
adalah bagian terburuk dari telingaku
membuatku pura pura buta akan perjalananmu
adalah bagian tersulit dari mataku

aku menyadari arti kata perjumpaan
dan tak pula ku khianati arti kata perpisahan

aku tahu luka luka yang begitu dalam
tapi begitu bofohnya aku ketika hilangkan kisah lkita yang terbaik


arti kata membuat

wiriyanto aswir

sekelumit aktivitas Wiriyanto aswir

Minggu, 15 April 2012

PLS di Indonesia

vPendidikan luar sekolah sudah hadir di Indonesia sejak lama bahkan sebelum masa kemerdekaan, hanya saja pengakuan yuridis baru didapatkan pada tahun 1989 yaitu setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam undang-undang ini terkandung memberi pelayananpendidikan sepanjang hayat bagi seluruh warga masyarakat tanpa membedakan usia, kelamin, suku, agama, budaya dan lingkungan.

Pendidikan luar sekolah ini di dalam Peraturan Pemerintah No. 73/1991 bertujuan untuk melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu pendididkannya, memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai dibutuhkan program-program pendidikan luar sekolah yang dapat menunjang hal tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program pendidikan luar sekolah akan dibahas dalam makalah ini.
B. Pengertian Program Pendidikan Luar Sekolah
Program adalah kumpulan intruksi atau perintah yang dirangkaikan sehingga membentuk suatu proses. (http://imelda Indonesia.tripod.com//)
Menurut Soelaiman Yusuf dan Slamet Santos (1981:1) pendidikan luar sekolah merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang bentuk dan pelaksanaannya berbeda dengan sistem sekolah yang ada.
Menurut Phillip H. Combs mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.(http://www.anakciremai.com/2008/04/makalah-ilmu-pendidikan-pendidikan-luar.html)
C. Jenis Program
Dalam pelaksanaannya program pendidikan luar sekolah yang terdapat di masyarakat menurut Umbirtu Sihombing (1999: 20) dapat di kelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

1. Program Pokok
Program pokok ini merupakan program pendidikan luar sekolah yang diadakan oleh pemerintah terdiri dari program pemberantasan buta aksara dan pendidikan dasar, masing-masing program ini terdiri dari pengembangan anak usia dini, kejar paket A setara SD, kejar paket B setara SMP, kejar paket C setara SMA. Program pendidikan berkelanjutan, terdiri dari program: kejar usaha, kursus, pembinaan kursus, dan pendidikan kewanitaan.
2. Program Penunjang
Program penunjang ini merupakan program melalui kegiatan rintisan-rintisan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan kebutuhan masyarakat, yaitu program pemberdayaan ekonomi pedesaan, program kursus masuk desa, penyediaan dan pengembangan sarana belajar pokok dan pelengkap, antara lain melalui latihan ketenagaan, bantuan teknis,serta monitoring dan evaluasi.
D. Sasaran Program
Sasaran program pendidikan masyarakat seharusnya meliputi seluruh warga masyarakat yang membutuhkan pendidikan karena warga tersebut tidak dapat/sempat mengikuti pendidikan di jalur sekolah sepenuhnya, usia warga masyarakat yang harus dibelajarkan tidak terbatas, namun secara prioritas diutamakan mereka yang berusia 10-44 tahun. Jika diklasifikasikan sasaran pendidikan masyarakat menjadi warga masyarakat yang buta huruf,putus sekolah antar jenjang,lulus sekolah tidak melanjutkan, pencari kerja yang menuntut ketrampilan tertentu dan mereka yang sudah bekerja tetapi ingin meningkatkan jenjang karir dan perlu memenuhi persyaratan ketrampilan.
E. Pengembangan program pendidikan luar sekolah
Program yang dikembangkan dalam pendidikan nonformal sebaiknya dibangun atas dasar kesepakatan dan kebutuhan dari warga belajar. Menurut Mustafa Kamil(2009:59) beberapa catatan utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan program pendidikan nonformal berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran yang ingin dicapai yaitu:
1. Warga belajar

Warga belajar adalah anggota masyarakat yang ikut dalam satu kegiatan pembelajaran. Tidak digunakan istilah peserta didik murid, siswa, karena istilah ini memiliki konotasi bahwa anggota masyarakat tersebut sebatas penerima tidak menjadi pemilik dan penentu, kurang kelihatan aspek keterlibatan, sedangkan dalam kegiatan PLS, warga belajar turut aktif menentukan apa yang diinginkannya untuk dipelajari. Istilah warga menunjukkan bahwa anggota masyarakat tersebut adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran.
Ketika kurikulum pendidikan non formal akan dikembangkan perhatian pertama yang perlu dijadikan acuan adalah kondisi warga belajar, alasannya adalah, karena warga belajar memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan peserta didik lainnya. menurut Mustafa Kamal(2009:60-63) Ada beberapa factor yang dijadikan patokan seperti usia, pengalaman, kompetensi, dan motivasi berprestasi.
a. Usia
Usia warga belajar non formal sangatlah bervariasi, hal ini tergantung pada program yang akan dikembangkan. Misalnya program pendidikan kesetaraan di Indonesia. Pendidikan kesetaraan banyak diikuti oleh peserta didik yang berada pada usia sekolah.
b. Pengalaman
Sering kali kita mengingat tentang teori pendidikan orang dewasa (andragogok), bahwa sasaran pendidikan non-formal adalah orang-orang yang sudah memiliki pengalaman (karena mereka sudah dewasa). Oleh karena itu variasi pengalaman yang dimiliki warga belajar sebagai sasaran pendidikan non formal adalah kekuatan tersendiri yang dapat dijadikan sumber dalam proses pembelajaran. Seperti penciptaan titor sebaya.
c. Kompetensi
Seperti yang diungkapkan oleh Ella Yulaelawati dalam Mustafa Kamal(2009:62), focus kurikulum yang bermuatan kompetensi adalah: pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang harus dimiliki dan akan dikembabangkan oleh warga belajar sebagai hasil belajarnya disertai dengan keseluruhan sistem standar mutunya. Dengan mengembangkan kompetensi dalam kurikulum diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
• Memberi kesempatan kepada warga belajar untuk mampu belajar sendiri
• Membolehkan warga belajar menggunakan pengetahuan, alat dan bahan lain sebagai sumber belajar.
• Membolehkan warga belajar membuat refleksi dan menilai tahap pembelajarannya sendiri
• Membolehkan warga belajar menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan kemahiran ke matapelajaran lain, situasi baru dan pergaulan
d. Motivasi berprestasi
Ada factor yang perlu menjadi perhatian pengembang pendidikan nonformal dari sisi warga belajar. Factor tersebut adalah motivasi. Motivasi warga belajar adalah sisi psikologis yang menjadi pemicu terjadinya aktivitas partisipasi pembelajaran dalam kegiatan belajar non formal. Tanpa motivasi secanggih apapun model pembelajaran serta alat atau media pembelajaran yang digunakan tutor, proses pembelajaran tidak akan berlangsung hangat, partisipatif, dan mungkin hasil pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

2. Sumber belajar

Sumber belajar adalah warga masyarakat yang memiliki kelebihan baik di bidang pengetahuan,keterampilan, sikap dan mampu serta mau mengalihkan apa yang dimilikinya pada warga belajar melalui proses pembelajaran. Sumber belajar adalah orang yang merasa bertanggungjawab untuk meningkatkan kemampuan manusia yang ada di lingkungannya. Mereka adalah manusia yang tidak masa bodoh dengan kebodohan. Sumber belajar bukan hanya mereka yang memiliki ijazah pada tingkat pendidikan sekolah tertentu, mereka yang tidak sekolah sekalipun, tetapi memiliki keunggulan dan mau membagi keunggulan tersebut pada orang lain dapat menjadi sumber belajar. Sumber belajar disebut juga dengan panggilan tutor, fasilitator. Seorang fasilitator harus memiliki kemampuan dalam mengelola program pendidikan nonformal, menyiapkan dan menterjemahkan kurikulum dan materi kurikulum, mengelola lingkungan sebagai sumber dan tempat belajar.

F. Menumbuhkan kemandirian warga belajar
Kemandirian dalam pendidikan nonformal seringkali berkaitan dengan beberapa hal seperti inisistif untuk belajar, menganalisis kebutuhan belajar sendiri, mencari sumber belajar sendiri, memilih dan melaksanakan strategi belajar dan melakukan evaluasi sendiri.
Menurut Mustafa kamil (2009:68-77) ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemandirian, antara lain:
a. Kegiatan pembelajaran berpusat pada warga belajar
Program pendidikan nonformal dalam konsep pengembangan program pembelajarannya seringkali dilakukan dan disusun bersama-sama antara sumber belajar dan warga belajar. Ini berlaku sampai tahap evaluasi, disamping itu pula dalam konsep pembelajaran pendidikan nonformal warga belajar diberikan kewenangan untuk menyusun dan melaksanakan program pembelajaran serta melakukan eveluasi pada program tersebut secara mandiri.
b. Kesesuaian isi program denga sifat-sifat individualitas
Dalam kerangka yang utuh, sebuah program pendidikan nonformal, isi dan jenis program yang dikembangkan, harus selalu memperhatikan perkembangan pribadi warga belajar.
c. Factor keturunan dan kesesuaian dengan isi program
Joe M. Charon dalam Mustafa kamil (2009:74), menyatakan bahwa factor keturunan adalah berupa bakat atau pembawaan yang ada dalam diri warga belajar. Factor tersebut turut mempengaruhi warga belajar dalam mengikuti suatu program pendidikan nonformal.
d. Kesesuaian isi program dengan factor lingkungan
Djuju sudjana dalam Mustafa kamil (2009:75) memberikan alasan yang jelas bagaimana keterkaitan antara komponen lingkungan social secara fungsional berkaitan dengan komponen-komponen lainnya dalam kerangka system pendidikan nonformal.
e. Kesesuaian program dengan irama pembangunan
Isi program pendidikan nonformal hendaklah memperhatikan kondisi yang terjadi dalam setiap fasekehidupan manusia. Hal tersebut perlu perlu juga diperhatikan pada setiap sumber belajar (fasilitator, tutor dan pelatih). Oleh karena itu, model program yang dikembangkan tanpa merujuk pada kondisi terebut terutama pada pola kepribadian yang sebenarnya ada dalam diri warga belajar, akan sulit mencapai keberhasilan.
f. Kesesuaian makna dengan program pendidikan nonformal
Alfin Tofler dalam Mustafa kamal(2009:77) dalam bukunya kejutan masa depan, menyatakan materi pembeajaran akan bermakana apabila bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan masa depan, sehingga orang yang belajar terangsang untuk berfikir dan mampu mengantisipasi peristiwa-peristiwa di masa yang akan datang.

G. Perbedaan program pendidikan sekolah dan luar sekolah

Pendidikan sekolah Pendidikan luar sekolah
1. Kurikulum disusun di pusat (sentralisasi) Kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pasar
2. Lebih menekankan kemampuan teoritis akademis Kurikulum lebih menekankan kemampuan praktis
3. Kurikulum lebih bersifat baku Memungkinkan perubahan kurikulum (lebih fleksibel)
4. Perjenjangan bersifat baku Program belajar boleh tidak berjenjang
5. Persyaratan keikutsertaan program bersifat baku dan berlaku menyeluruh Persyaratan keikutsertaan program belajar relative terbuka
6. Program dikembangkan untuk menyiapkan peserta agar melanjutkan ke jenjang yang lebi tinggi Program dikembangkan untuk mengatasi masalah real yang dirasakan mendesak atau jangka pendek
7. Program disusun sepenuhnya oleh pemerintah, masyarakat bersifat pasif Penyusunan program melibatkan masyarakat secara partisipatif
8. Pembelajaran dilakukan secara klasikal Proses pembelajaran secara kelompok dan mandiri
9. Waktu belajar sudah pasti Pelaksanaan atau waktu belajar fleksibel
10 Penyelesaian program lama Penyelesaian program relative singkat
11 Penekanan pada penguasaan pengetahuan akademis Memberdayakan potensi sumber setempat
12 System evauasi baku System evaluasi tidak baku

H. Implementasi Program
Dalam program pendidikan luar sekolah terdapat beberapa hal yang harus dilakukan sebelum menetapkan atau melaksanakan sebuah program, yaitu:
1) Rencana kegiatan
Sebelum membuat suatu program terlebih dahulu kita harus membuat rencana kegiatan mengenai segala sesuatu yang akan diperbuat dilapangan.
2) Job discussion (SDM)
Sumber daya manusia disini yang berupa fisik dan non fisik yang berupa ide. Hal ini berkaitan dengan meletakkan orang-orang yang berkompeten dalam pelaksanaan program tersebut.
3) Efekifias
Dalam membuat suatu program juga harus diperhatikan waktu yang akan digunakan selama program tersebut berlangsung.
4) Dukungan
Dukungan juga merupakan salah satu yang penting sebelum melaksanakan sebuah program. Dukungan disini berupa dana dan kerja sama (sponsor). Kerja sama dalam pelaksanaan program harus perlu dukungan dari pihak swasta (masyarakat) dan pemerintah (birokrasi dan instansi).
5) Sistem
Dalam pelaksanaan program terdapat dua sistem yang dapat digunakan yaitu sistem terbuka (proaktif) dan tertutup (pasif)
6) Penilaian Komprehensif
Selain itu, dalam melaksanakan sebuah program juga diperlukan penilaian mengenai kelayakan program tersebut.
I. Strategi Program
Ketika akan melaksanakan sebuah program terdapat beberapa stategi program yang juga harus diperhatikan, yaitu:
1) Partisipasi
Partisipasi adalah keikutsertaan seseorang dalam merumuskan sebuah program, dan mendesain program sampai pelaksanaan program tersebut.
2) Demografis
Demografis adalah suatu strategi bagaimana memahami orangnya berdasarkan tempat tinggalnya.
3) Desain (pola)
Strategi ini menerangkan bagaimana merancang suatu program yang akan dilaksanakan.

Daftar pustaka

http://imelda Indonesia.tripod.com

http://www.anakciremai.com/2008/04/makalah-ilmu-pendidikan-pendidikan-luar.html

http://makalah-di.blogspot.com/2009/11/makalah-tentang-pendidikan-luar-sekolah.html

Mustaka Kamil. 2009. Pendidikan Non Formal. Bandung: Alfabeta
Umbirto Sihombing. 1999. Pendidikan Luar Sekolah dan Masa Depan. Jakarta: Mahkota

mengenal PLS (pendidikan Luar sekolah)

1.Latar belakang
UNESCO dengan komisi Edgar faure telah berhasil meletakan asas pendidikan yang fundamental dan berlaku untuk penyelenggaraan pendidikan, yakni asas pendidikan seumur hidup / Ife long edu cation. Sebagai dampak timbulnya asas pendidikan ini, maka dikenallah berbagai bentuk penyelenggaraan pendidikan dan yang diarahkan bagi pendidikan anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua baik mereka yang belum bekerja maupun mereka yang telah bekerja.
Penyelenggaraan pendidikan demikian pasti berbeda satu sama lain dan pada umumnya dikenal berbeda system pendidikan yang digunakan, yakni sistem pendidikan sekolah disatu pihak dan system pendidikan luar sekolah di lain pihak. Sebagaimana asas pendidikan seumur hidup, sistem pendidikan luar sekolah telah lama dikenal dan digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang

Alasan-alasan Timbulnya Sistem Pendidikan Luar Sekolah
Secara terperinci dapat diungkapkan bahwa alasan-alasan timbulnya pendidikan luar sekolah adalah:
1 Alasan dari Segi Faktual-Historis
a. Kesejarahan
Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa bila memperbincangkan masalah pendidikan maka arientasinya ke dunia sekolah dan menghubungkan guru dengan murid.
Mereka kurang menyadari bahwa sebelum seseorang anak menjadi murid, anak-anak telah memperoleh pendidikan yang telah diberikan oleh keluarganya terutama ayah dan ibunya
Anak-anak bayak belajar di rumah dari ibunya atau orang tuanya di mana dan kapan saja serta menyangkut berbagai hal yang mereka perlukan di dalam petumbuhannya ke arah sempurna
Hal ini seperti diungkapkan oleh Drs. SWARNO bahwa: “Di dalam keluargalah anak pertama-tama menerima pendidikan, dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan yang terpenting atau utama terhadap perkembangan pribadi anak”.
Jadi jelas, anggapan sementara orang seperti tersebut di atas merupakan pengingkaran terhadap kenyataan yang ada
Di samping itu, sudah selayaknya orang tua mempunyai tanggung jawab moral terhadap pendidikan anak-anaknya agar mereka kelak menjadi orang desa yang tidak tercela
b. Kebutuhan Pendidikan
Kesadaran akan kebutuhan pendidikan dari masyarakat semakin meluas seiring dengan munculnya Negara-negara yang baru merdeka dengan segala kekurangannya akibat penjajahan di masa lampau yang berlangsung berpuluh-puluh tahun atau bahkan beratus-ratus tahun
Sisi lain yang berpengaruh akan kesadaran kebutuhan pendidikan ini adalah kemajuan ilmu dan teknologi, perkembangan ekonomi, perkembangan politik, yang melanda hampir di semua belahan dunia
Realitas lain adalah makin dibutuhkannya berbagai macam keahlian dalam menyongsong kehidupan yang semakin kompleks dan penuh tuntutan, maka wajar masyarakat menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program keahlian
Hal ini berimplikasi pada system dan bentuk-bentuk pendidikan yang dilaksanakan seterusnya dikenal adanya system pendidikan sekolah dan system pendidikan luar sekolah serta ada bentuk pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal
c. Keterbatasan Sistem Persekolahan
Di sisi lain system persekolahan, mengharuskan siswa berada dalam bentuk menyeluruh dan kahlian yang sejenis sehingga mereka terasing dari pengetahuan dan keahlian lain
Kekurang / kelemahan sistem persekolahan inilah yang memungkinkan kegiatan pendidikan luar sekolah menerobosnya sehingga terungkaplah pengetahuan dan keahlian yang selama ini dirasakan sebagai kekurangan.
d. Potensi Sumber Belajar
Di masyarakat teryata tersebar berbagai sumber belajar yang tidak terbilang banyaknya dan sumber belajar demikian dapat bersifat makhluk hidup maupun benda-benda mati
Orang-oang yang ahli, orang-orang yang pintar, orang-orang yang terampil penuh pengalaman merupakan sumber belajar yang bersifat manusiawi sedangkan kepustakaan desa, Koran, Majalah, Kaset, Film, dan bengkel kerja yang ada, merupakan sumber belajar yang bisa memperoleh ilham untuk menemukan kebutuhan yang berguna bagi seseorang.
Sumber-sumber belajar tersebut, memberi lapangan bagi penyelenggaraan pendidikan luar sekolah baik berupa kursus dan latihan yang selama ini belum mereka dapatkan dan alami

Pendidikan luar sekolah disebut juga suatu sistem pendidikan yang didalamnya terdapat keumpalan komponen (unsur-unsur) yang saling berhungan dan diorganisir untuk mencapai tujuan. Jadi dengan pendidikan luar sekolah telah terkandung semua unsur yang disyaratkan oleh suatu sistem seperti anak didik, pendidik, waktu, materi dan tujuan
Dengan sistem pendidikan luar sekolah berarti adanya suatu pola tertentu untuk melakukan pekerjaan / fungsi yakni mendidik, pekerjaan / fungsi mana berbeda dengan perjaklanan / fungsi sistem pendidikan formal. Misalnya, sekolah tidak lagi bertugas utama memberikan pelajaran yang berupa faktor-faktor dan pengetahuan hafalan kepada murid dan sekolah tidak lagi merupakan sistem tertutup. Artinya sekolah hendaknya selalu memberi kesempatan pada anak setiap saat untuk memperoleh pendidikan, sehingga: sekolah harus merupakan sistem yang terbuka bagi anak-anak