Senin, 14 November 2011

jobdisk

PRESENT:

PEKAN KEAKRABAN MAHASISWA

(PKM)

FISIP UNIVERSITAS RIAU

kepalan-tangan.jpg LOMBA BASKET JALAN SANTAI

LOMBA FUTSAL STAND KELEMBAGAAN

LOMBA VOLLEY AKUSTIK

LOMBA TENIS MEJA PEMILIHAN RAJA DAN RATU 2011

LOMBA TARIK TAMBANG SENAM BERSAMA

LOMBA DEBAT GRAFITY

PANJAT PINANG MIMBAR BEBAS

SIMULASI AKSI

WAKTU :19-20 NOVEMBER 2011

TEMPAT :KAMPUS FISIP UR

SEMANGAT BHINNEKA TUNGGAL IKA DALAM KEBERSAMAAN

“KHUSUS MAHASISWA FISIP UR 2011”

PANPEL :

IDHAM (085761055127)

TIKA (085363844778)

Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing[1]. Sekarang ini dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika kehidupan nasional, regional dan internasional yang cenderung berubah sangat dinamis, aneka aspirasi kearah perubahan meluas di berbagai negara di dunia, baik di bidang politik maupun ekonomi. Perubahan yang diharapkan dalam hal ini perombakan terhadap format-format kelembagaan birokrasi pemerintahan yang tujuannya untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pelayanan umum (public services) dapat benar-benar efektif.

Pengertian Umum Lembaga

Lembaga negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki istilah tunggal atau seragam. Di dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga negara di gunakan istilah Political instruction, sedangkan dalam terminologi bahasa Belanda terdapat istilah staat organen. Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara atau organ negara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) (1997:979-58), kata ”lembaga” antara lain diartikan sebagai 1) ’asal mula (yang akan menjadi sesuatu); bakal (binatang, manusia, tumbuhan)’; (2) ’bentuk (rupa, wujud) yang asli’; (3) ’acuan; ikatan (tentang mata cincin dsb)’; (4) ’badan (oganisasi) yang tujuannya melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha’; dan (5) ’pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan’. Kamus tersebut juga memberi contoh frasa menggunakan kata lembaga, yaitu lembaga pemerintah yang diartikan ’badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekutif. Kalau kata pemerintahan diganti dengan kata negara, diartikan ’badan-badan negara di semua lingkungan pemerintahan negara (khususnya di lingkungan eksekutif, yudikatif, dan legislatif)’.

Untuk memahami pengertian lembaga atau organ negara secara lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ”, artinya siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ[2].

Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang memilih para wakilnya melalui pemilihan umum sama-sama merupakan organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan adalah juga merupakan organ negara. Pendek kata dalam pengertian yang luas ini organ negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public offices) dan pejabat publik atau pejabat umum (public officials).

Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga menguraikan adanya pengertian organ negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materiil. Individu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki kedudukan hukum yang tertentu (…he personally has a specific legal position). Suatu transaksi hukum perdata, misalnya, kontrak, adalah merupakan tindakan atau perbuatan yang menciptakan hukum seperti halnya suatu putusan pengadilan.

Lembaga-Lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945

Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan UU merupakan organ UU, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.

Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya, sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Dilihat dari segi fungsinya Lembaga-Lembaga Negara ada yang bersifat utama/primer (primary constitutional organs), dan bersifat penunjang/sekunder (auxiliary state organs). Sedangkan dari segi hirarkinya lembaga negara itu dibedakan kedalam 3 (tiga) lapis yaitu

1. Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga tinggi negara, dimana nama, fungsi dan kewenangannya dibentuk berdasarkan UUD 1945. Adapun yang disebut sebagai organ-organ konstitusi pada lapis pertama atau dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara yaitu ; Presiden an Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

2. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari UUD, ada pula sumber kewenangannya dari Undang-Undang dan sumber kewenangannya yang bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah Undang-Undang. Kelompok Pertama yakni organ konstitusi yang mendapat kewenangan dari UUD misalnya Menteri Negara, Komisi Yudisial (KY), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara, Komisi pemilihan umum, Bank Sentral ; Kelompok Kedua organ institusi yang sumber kewenangannya adalah Undang-Undang misalnya seperti Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan lain sebagainya. Walaupun dasar/sumber kewenangannya berbeda kedudukan kedua jenis lembaga negara ini dapat di sebandingkan satu sama lain, hanya saja kedudukannya walaupun tidak lebih tinggi tetapi jauh lebih kuat. Keberadaannya disebutkan secara eksplisit dalam UUD, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan hanya karena kebijakan pembentukan Undang-Undang.

Sedangkan Kelompok Ketiga yakni organ konstitusi yang termasuk kategori Lembaga Negara yang sumber kewenangannya berasal dari regulator atau pembentuk peraturan di bawah Undang-Undang, misalnya Komisi Hukum Nasional dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.

3. Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan lembaga negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh UUD 1945 yaitu : Pemerintah Daerah Provinsi; Gubernur; DPRD Provinsi; Pemerintahan Daerah Kabupaten; Bupati; DPRD Kabupaten; Pemerintahan Daerah Kota; Walikota; DPRD Kota,

Disamping itu didalam UUD 1945 disebutkan pula adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang diakui dan dihormati keberadaannya secara tegas oleh UUD, sehingga eksistensinya sangat kuat secara konstitusional.

Hubungan Antar Lembaga-Lembaga Negara

Hubungan antar alat-alat kelengkapan suatu negara atau yang lazim disebut sebagai lembaga negara merupakan hubungan kerjasama antar institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat beberapa fungsi negara yang penting seperti fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (fungsi legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). Kecenderungan praktik ketatanegaraan terkini di Indonesia oleh banyak ahli hukum tata negara dan ahli politik dikatakan menuju sistem pemisahan kekuasaan antara ketiga fungsi negara tersebut (separation power).

Alat kelengkapan negara berdasarkan teori–teori klasik hukum negara meliputi kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja, kekuasaan legilatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti dewan perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu pelaksanaan fungsinya. Kekuasaan eksekutif, misalnya, dibantu wakil dan menteri-menteri yang biasanya memimpin satu departemen tertentu. Meskipun demikian, tipe-tipe lembaga negara yang diadopsi setiap negara berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan.

Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah selain menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda-beda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan secara ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang.

Sampai dengan saat ini, proses awal demokratisasi dalam kehidupan sosial dan politik dapat ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya kelembagaan DPR, DPD dan DPRD baru hasil pemilihan umum langsung, terciptanya format hubungan pusat dan daerah berdasarkan perundangan-undangan otonomi daerah yang baru, dimana setelah jatuhnya Orde Baru (1996 – 1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan, selain itu terciptanya format hubungan sipil-militer, serta TNI dengan Polri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, serta terbentuknya Mahkamah Konstitusi.

Daftar Pustaka

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997

Undang-Undang Dasar 1945

RI, LAN, SANKRI Buku I Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2003



11/12/2004 4:59 PM

217

BAB V

HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA

1. Hubungan Antara BPK-RI Dan MPR-RI

Dalam rangka memenuhi Pasal 4 Ketetapan MPR-RI Nomor

IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang GBHN 1999-2004,

BPK-RI telah menyampaikan laporan pelaksanaan GBHN dalam

Sidang Tahunan MPR-RI sebanyak empat kali yaitu sejak tahun 2000

sampai dengan 2003, jawaban terhadap pemandangan umum fraksi-

fraksi MPR-RI dalam Laporan Pelaksanaan GBHN oleh BPK-RI (satu

kali, yaitu Tahun 2000), dan penjelasan tambahan BPK-RI terhadap

pemandangan umum fraksi-fraksi MPR-RI atas laporan pelaksanaan

GBHN oleh BPK-RI (juga satu kali, yaitu Tahun 2001), sebagai dimuat

dalam daftar berikut ini.

No. Perihal Saat Penyampaian

1. Laporan Pelaksanaan GBHN oleh BPK-RI pada Sidang

Tahunan MPR-RI Tahun 2000

7 Agustus 2000

2. Jawaban BPK-RI Terhadap Pemandangan Umum

Fraksi-fraksi MPR-RI Atas Laporan Pelaksanaan

GBHN 1999-2004 oleh BPK-RI Pada Sidang Tahunan

MPR-RI Bulan Agustus Tahun 2000

9 Agustus 2000

3. Laporan Pelaksanaan GBHN oleh BPK-RI Pada Sidang

Tahunan MPR-RI Tahun 2001

1 November 2001

4. Penjelasan Tambahan BPK-RI Terhadap

Pemandangan Umum Fraksi-fraksi MPR-RI Atas

Laporan Pelaksanaan GBHN oleh BPK-RI Pada Sidang

Tahunan MPR-RI Tahun 2001

3 November 2001

5. Laporan Pelaksanaan GBHN oleh BPK-RI Pada Sidang

Tahunan MPR-RI Tahun 2002

1 Agustus 2002

6. Laporan Pelaksanaan Putusan MPR-RI oleh BPK-RI

Pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003

1 Agustus 2003 11/12/2004 4:59 PM

218

Berdasarkan Laporan Pelaksanaan GBHN oleh BPK-RI pada

Sidang Tahunan MPR-RI beserta penjelasannya, untuk meningkatkan

kinerja BPK-RI, MPR-RI memberikan beberapa rekomendasi sebagai

yang telah dimuat dalam Bab IV.

Untuk menindaklanjuti rekomendasi MPR-RI dimaksud, BPK-

RI secara terus-menerus melakukan pembenahan berbagai bidang,

baik mengenai manajemen pemeriksaan, pembinaan SDM maupun

pengembangan organisasi, yang sampai dengan saat ini masih dalam

proses penyelesaian. Sebagai contoh dalam menindaklanjuti

Rekomendasi Majelis yang tertuang dalam Pasal 2 TAP MPR RI No.

VIII/MPR/2000, BPK-RI telah menyusun dan melaksanakan Rencana

Pengembangan Kelembagaan BPK-RI Tahun 2001-2003 yang

mencakup antara lain : (1) Pengembangan Audit; (b) Penyusunan

Legislasi dan Desentralisasi; meliputi penyiapan BPK-RI menghadapi

desentralisasi serta upaya untuk meningkatkan kualitas atas aspek

hukum melalui pengendalian mutu hukum atas pelaksanaan dari

hasil laporan pemeriksaan BPK-RI, (c) Pengembangan Sumber Daya

Manusia dan Tata Laksana, (d) Pengembangan Sistem Informasi

Manajemen; yang mencakup pembangunan sistem informasi

manajemen yang berbasis komputer dengan berbagai aplikasi untuk

audit; dan (e) Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan.

Sejak dilakukan amandemen terhadap Undang Undang Dasar

1945 oleh MPR-RI, BPK-RI meningkatkan hubungan kerja dengan

MPR-RI, di antaranya melalui Rapat Kerja antara Panitia Ad Hoc

(PAH) I Badan Pekerja (BP) MPR-RI dan BPK-RI yang diselenggarakan

pada tanggal 16 Februari 2000. Hubungan kerja dimaksud,

diselenggarakan terutama dalam rangka perumusan materi Bab dan

atau pasal-pasal tentang ”Hal Keuangan”, dan materi Bab dan atau

pasal-pasal tentang “Badan Pemeriksa Keuangan” yang akan dimuat

dalam “Amandemen Undang Undang Dasar 1945”. 11/12/2004 4:59 PM

219

Hasil konsultasi antara PAH-I BP MPR-RI dan BPK-RI pada

bulan Februari 2000, adalah kesepakatan antara PAH-I BP MPR-RI

dan BPK-RI untuk mengusulkan kepada Sidang Paripurna MPR-RI

dua pasal baru mengenai BPK-RI dalam Undang Undang Dasar 1945

yang diamandemen. Pasal pertama; mengukuhkan kedudukan BPK-

RI sebagai satu-satunya lembaga pengawas dan pemeriksa keuangan

negara, dan sekaligus menentukan bahwa BPK-RI berkedudukan

baik di Ibukota Negara dan di ibukota provinsi. Di samping itu, pasal

baru tersebut juga menentukan bahwa hasil pengawasan dan

pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

diserahkan kepada DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD),

sedangkan hasil pengawasan dan pemeriksaan atas pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan daerah diserahkan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Pasal kedua; mengatur kembali pemilihan anggota dan pimpinan

BPK-RI.

Sebagai tindak lanjut hasil Rapat Kerja antara PAH-I BP MPR-

RI dan BPK-RI pada tanggal 16 Februari 2000, yang membahas

Amandemen UUD 1945, BPK-RI menyampaikan usulan materi satu

pasal yang terdiri atas 3 ayat Bab IX tentang Badan Pemeriksa

Keuangan sebagai bahan Amandemen Undang Undang Dasar 1945

kepada Ketua PAH-I BP MPR-RI dengan Surat BPK-RI Nomor:

26/S/I/4/2000 tanggal 3 April 2000. Materi pasal dimaksud beserta

dasar pemikirannya adalah sebagai berikut ini.

Pasal 24 ayat (1)

Untuk memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban

Pemerintah tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan

Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan

Undang-undang. 11/12/2004 4:59 PM

220

Dasar pemikirannya antara lain : (1) rumusan baru Pasal 23

ayat (1) tidak jauh berbeda dengan bagian dari Pasal 23 ayat (5) yang

lama, dan (2) tambahan istilah “pengelolaan” mengawali kata

“pertanggungjawaban keuangan Pemerintah tentang keuangan

negara” dimaksudkan bahwa BPK dapat melakukan “current audit”

di samping “post audit”, namun tidak melakukan “pre audit”.

Pasal 24 ayat (2)

Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Tinggi Negara

yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah, DPR

dan Lembaga Tinggi Negara lain (independen); Badan itu

bukanlah pula Badan yang berdiri di atas Pemerintah.

Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di Ibukota Negara

dan memiliki Perwakilan yang berkedudukan di setiap Ibukota

Provinsi.

Dasar pemikirannya antara lain : (1) selama ini Undang Undang

Dasar 1945 telah memberikan jaminan independensi secara yuridis

formal kepada BPK-RI dengan memberikan kedudukan sebagai

lembaga tinggi negara yang sejajar dengan Pemerintah dan tidak

berdiri di atas Pemerintah, (2) BPK-RI sebagai lembaga tinggi negara

cukup berkedudukan di Ibukota Negara, karena sebagian besar

pengelolaan keuangan negara dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Sedangkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan yang

diserahkan kepada Pemerintah Daerah dalam “Tugas Pembantuan”

(“medebewind”) dan “Dekonsentrasi” hanya dapat dilakukan secara

ekonomis, efisien, dan efektif, bilamana BPK-RI secara memadai

memiliki perwakilan di 26 Provinsi di Indonesia, (3) Pemberdayaan

BPK-RI dengan membentuk Perwakilan di 26 Provinsi dapat

dilakukan dengan mengakuisisi Perwakilan-perwakilan BPKP

bersama-sama dengan tujuh Perwakilan/Auditorat IV dan Sub 11/12/2004 4:59 PM

221

Auditorat Perwakilan BPK-RI di Medan, Palembang, Jakarta,

Yogyakarta, Denpasar, Makassar, dan Banjarmasin yang sekarang,

menjadi Perwakilan BPK; dan (4) Pergerakan petugas (movement)

pemeriksa dari pusat (Jakarta) ke daerah akan banyak berkurang

bahkan dapat dieliminasi menjadi seminimal mungkin, sehingga

biaya perjalanan dinas dapat dihemat yang nota bene adalah

pengurangan beban APBN.

Pasal 24 ayat (3)

Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan diberitahukan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah.

Dasar pemikirannya antara lain : (1) terdapat hubungan

timbal-balik antara DPR dan DPRD sebagai pengawas terhadap

eksekutif dengan BPK-RI sebagai Lembaga Pemeriksa Keuangan; (2)

Hasil pemeriksaan BPK-RI semaksimal mungkin harus dapat

dimanfaatkan, baik oleh DPR maupun DPRD, dan (3) hubungan

timbal-balik tersebut dapat terselenggara secara baik, bilamana pada

setiap awal tahun DPR menyampaikan bidang-bidang yang dianggap

strategis untuk diperiksa (“audit issues area”) dalam rangka

melaksanakan fungsi pengawasan terhadap eksekutif. Sebaliknya

berdasarkan pengalaman dan evaluasi atas kegiatan pemeriksaan

periode sebelumnya, BPK-RI dapat pula menawarkan bidang yang

dianggap strategis untuk diperiksa kepada DPR. Dengan cara inilah

akan terjadi titik temu, sehingga di masa mendatang hasil

pemeriksaan keuangan BPK-RI benar-benar dibutuhkan oleh DPR.

Perubahan Ketiga Undang Undang Dasar 1945 yang ditetapkan

oleh MPR-RI pada tanggal 9 November 2001, memuat pengaturan

tentang BPK-RI dalam satu Bab, yaitu “Bab VIIIA” yang terdiri dari 11/12/2004 4:59 PM

222

tiga pasal yaitu : Pasal 23E, 23F, dan 23G. Uraian materi Bab

dimaksud secara rinci adalah sebagai berikut :

Bab VIIIA : Badan Pemeriksa Keuangan

Pasal 23E

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang

keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang

bebas dan mandiri.

(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga

perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Pasal 23F

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh

anggota.

Pasal 23G

(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara,

dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan

diatur dengan undang-undang.

2. Hubungan Antara BPK-RI Dan DPR-RI/DPRD

2.1 Hubungan Dengan DPR-RI

Hubungan antara BPK-RI dengan DPR-RI terjadi karena

kewajiban BPK-RI memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada 11/12/2004 4:59 PM

223

DPR-RI sebagai bahan pelaksanaan tugasnya mengawasi

penyelenggaraan Pemerintahan termasuk pengelolaan keuangan

negara.

Untuk mengatur tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK-

RI telah disusun Kesepakatan Bersama antara Pimpinan BPK-RI dan

DPR-RI tanggal 25 Januari 1977 yang dikukuhkan kembali dengan

Ketetapan MPR-RI No.III/TAP/MPR/1978 Pasal 10 ayat (3) mengatur

mengenai : pemberitahuan hasil pemeriksaan BPK-RI, penyampaian

Buku HAPSEM BPK-RI kepada DPR-RI, dan pertemuan-pertemuan

lain dalam hal diperlukan bahan-bahan atau penjelasan khusus

tentang suatu masalah yang menyangkut keuangan negara dan yang

menjadi kewenangan BPK-RI.

Kesepakatan tersebut di atas telah diperbaharui, pada tanggal

15 Desember 1998, dengan dilakukan penandatanganan

Kesepakatan Bersama antara Pimpinan BPK-RI dan Pimpinan DPR-RI

yang isinya antara lain mengatur kembali tentang Tata Cara

Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan BPK-RI kepada DPR-RI, yang

mencakup : pemberitahuan hasil pemeriksaan BPK-RI, Nota Hasil

Pemeriksaan BPK-RI atas PAN, dan pertemuan BPK-RI dengan Komisi

I s.d IX. Materi kesepakatan dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan BPK-RI kepada DPR-RI

Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dilakukan dengan tata cara

formal, dalam upacara yang dihadiri oleh Pimpinan beserta

seluruh Anggota DPR-RI dan Pimpinan BPK-RI beserta Pejabat

Eselon I dan II, sedangkan penyampaian Hasil Pemeriksaan

Parsial/individual kepada Pimpinan DPR-RI dilaksanakan oleh

Sekretaris Jenderal BPK-RI melalui Sekretaris Jenderal DPR-RI.

Dengan berlakunya UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan

dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD telah terjadi perubahan tata 11/12/2004 4:59 PM

224

cara penyerahan HAPSEM oleh BPK-RI kepada DPR-RI, yaitu

sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) huruf d yang

memuat bahwa penyerahan Hasil Pemeriksaan Semester

(HAPSEM) oleh BPK-RI kepada DPR-RI dilakukan dalam Sidang

Paripurna DPR-RI. Penyerahan HAPSEM yang dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 33 UU No. 4 Tahun 1999,

dimulai pada penyerahan HAPSEM II Tahun Anggaran 1998/1999

tanggal 29 Mei 2000.

Dalam Periode Kepemimpinan BPK-RI 1998-2004, BPK-RI telah

menyerahkan 12 buah HAPSEM kepada DPR-RI, yaitu :

No. HAPSEM

Nomor dan Tanggal Surat

Pengantar Penyerahan

Tanggal Pelaksanaan

Penyerahan dengan

Pidato Ketua

07/S/I/02/2000 2 Februari 2000 1. HAPSEM I TA 1998/1999

Tanggal 2 Februari 2000

2. HAPSEM II TA 1998/1999 41/S/I/05/2000

Tanggal 17 Mei 2000

29 Mei 2000

3. HAPSEM I TA 1999/2000 42/S/I/05/2000 29 Mei 2000

Tanggal 17 Mei 2000

4. HAPSEM II TA 1999/2000 71/S/I/07/2000 17 Juli 2000

Tanggal 4 Juli 2000

5. HAPSEM I TA 2000 116/S/I/10/2000 26 Oktober 2000

Tanggal 20 Oktober 2000

6. HAPSEM II TA 2000 05/S/I/02/2001 22 Februari 2001

Tanggal 14 Februari 2001

7. HAPSEM I TA 2001 44/S/I/09/2001 10 September 2001

Tanggal 3 September 2001

8. HAPSEM II TA 2001 08/S/I/02/2002 7 Maret 2002

Tanggal 21 Februari 2002

9. HAPSEM I TA 2002 41/S/I/09/2002 17 September 2002

Tanggal 3 September 2002

10. HAPSEM II TA 2002 15/S/I/02/2003 25 Februari 2003

Tanggal 19 Februari 2003

11. HAPSEM I TA 2003 54/S/I/09/2003 19 September 2003

Tanggal 19 September 2003

12. HAPSEM II TA 2003 04/S/I/02/2004 26 Februari 2004

Tanggal 18 Februari 2004

Selain menyerahan HAPSEM, BPK-RI juga telah menyerahkan

28 buah hasil pemeriksaan parsial (HPP) kepada DPR-RI, yaitu

yang berikut :

11/12/2004 4:59 PM

225

No. HPP

Nomor dan Tanggal Surat

Pengantar Penyerahan

154/S/I-VI/9/1999 1. Hasil Pemeriksaan Atas Pelaksanaan APBD pada

Provinsi Dati I Jawa Barat Tanggal 2 September 1999

2. Kasus Bank Bali 156/S/I/9/1999

Tanggal 7 September 1999

3. Kasus Bank Bali 159/S/I/9/1999

Tanggal 9 September 1999

4. Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Atas

Neraca Awal BI Per tgl. 17 Mei 1999

71/S/I/12/1999

Tanggal 31 Desember 1999

5. Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Pelaksanaan

JPS.

02/S/I/01/2000

Tanggal 18 Januari 2000

6. Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Pembiayaan

Pemilu 1999 pada KPU, PPI dan 14 PPD I serta 33

PPD II.

10/S/I-XIV.1/02/2000

Tanggal 22 Februari 2000

7. Laporan Auditor Indipenden BPK-RI Atas Laporan

Keuangan Konsolidasi PT. Perkebunan Nusantara

(PTPN) IV (Persero) Tahun Buku 1998

22/S/VII-XV.2/3/2000

Tanggal 14 Maret 2000

8. Tindak Lanjut Hasil Audit Atas Neraca Awal BI. 27/S/I/4/2000

Tanggal 3 April 2000

9. Laporan Auditor Indipenden Atas Laporan

Keuangan BI Tahun 1999

49/S/I/5/2000

Tanggal 5 Juni 2000

10. Hasil Pemeriksaan Parsial Komputerisasi

Administrasi SIM di Lingkungan POLRI

63/S/I/5/2000

Tanggal 19 Juni 2000

11. Penyampaian Laporan Audit Investigasi Atas

Penyaluran dan Penggunaan BLBI

83/S/I-XII/8/2000

Tanggal 4 Agustus 2000

12. Penyampaian Hasil Pemeriksaan

Parsial atas Yayasan di lingkungan Dephan,

Mabes TNI, Angkatan dan Polri

113/S/I/10/2000

Tanggal 19 Oktober 2000

13. Hasil Pemeriksaan Pada Yayasan Bina Sejahtera

Warga Bulog (Yanatera) di Jakarta

120/S/I/11/2000

Tanggal 7 November 2000

14. Laporan Review atas Laporan Keuangan Intern BI

Periode 1 Januari s.d. 30 Juni 2000 serta

Laporan Tindak Lanjut atas Audit Neraca Awal

Per 17 Mei 1999 dan Laporan Keuangan BI Tahun

1999

128/S/I/11/2000

Tanggal 21 November 2000

15. Penyampaian Laporan Auditor Independen atas

Laporan Keuangan Tahunan BI Tahun 2000

(periode 1 Januari 2000 s.d. 31 Desember 2000),

serta Laporan Kepatuhan terhadap Perundang-

undangan dan Pengendalian Intern

15/S/I-XII/5/2001

Tanggal 11 Mei 2001

16. Laporan Audit Investigasi atas Pengelolaan

Jaminan BLBI pada BPPN

18/S/I-XII/5/2001

Tanggal 21 Mei 2001

17. Hasil Pemeriksaan atas Pengadaan Barang dan

Jasa Tahun 1998, 1999 dan 2000 pada PT.

Angkasa Pura II (Persero) Kantor Pusat dan

Cabang Bandara Sukarno-Hatta serta Cabang

Bandara Polonia di Cengkareng dan Medan

55/S/I/10/2001

Oktober 2001 11/12/2004 4:59 PM

226

No. HPP

Nomor dan Tanggal Surat

Pengantar Penyerahan

18. Hasil Audit Investigasi atas Pengadaan Tanah

untuk Pembangunan Pelabuhan dan Terminal

Peti Kemas Bojanegara

60/S/I-VII/11/2001

Tanggal 16 November 2001

19. Penyampaian Laporan Auditor Independen atas

Laporan Keuangan Tahunan BI Tahun 2001

20/S/I/5/2002

Tanggal 5 Mei 2002

20. Penyampaian Laporan Audit Penyelesaian

Kewajiban Pemegang Saham (PKPS)

33/S/I/7/2002

Tanggal 15 Juli 2002

21. Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas

Subsidi BBM dari Kewajiban Volume Distribusi

BBM, Bersubsidi Tahun 2000 (April s.d.

Desember 2000) dan Tahun 2001 (Januari s.d.

Juni 2001)

34/S/I-VII/7/2002

Tanggal 26 Juli 2002

22. Penyapaian Hasil Pemeriksaan Parsial atas

Pinjaman Luar Negeri dalam Bentuk Fasilitas

Kredit Ekspor yang dikelola Dephan, TNI dan Polri

periode Tahun 1994 s.d. 2000

35/S/I/7/2002

Tanggal 30 Juli 2002

23. Penyampaian Hasil Pemeriksaan Parsial atas

Anggaran Belanja Tambahan yang dikelola oleh

Dephan dan Mabes TNI Periode 2001

42/S/I/09/2002

Tanggal 11 September 2002

24. Penyampaian Hasil Pemeriksaan Restitusi Pajak 03/I/1/2003

Tanggal 6 Januari 2003

25. Penyampaian Laporan Hasil Audit atas Laporan

Keuangan Tahunan B.I. Tahun 2002 (Periode 1

Januari s.d. 31 Desember 2002

33/S/I/5/2003

Tanggal 14 Mei 2003

26. Realisasi Pengadaan Barang Yang Diadukan DPP

Lembaga Pengkajian Penerapan Pemantauan

Pelaksanaan Pembangunan Semesta Berencana

Indragiri Hulu.

44/S/I/7/2003

Tanggal 21 Juli 2003

27. Laporan Audit Penggunaan Dana Rek.

502.000002 pada BI dan BPPN

49/S/I-XII.2/8/2003

Tanggal 20 Agustus 2003

28. Laporan Hasil Audit atas Laporan Keuangan

Tahunan Bank Indonesia Tahun 2003

15/R/S/I-IV/05/2004

Tanggal 10 Mei 2004

b. Nota Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Perhitungan Anggaran

Negara

Setiap tahun DPR-RI menerima naskah Rancangan Undang-

undang tentang Perhitungan Anggaran Negara (RUU-PAN) tahun

anggaran tertentu dari pemerintah disertai NHP-PAN yang

bersangkutan.

Apabila pimpinan DPR-RI dan atau alat kelengkapannya dalam

mengkaji NHP-PAN dan menganggap perlu untuk memperoleh

penjelasan dan atau materi tambahan, maka Pimpinan DPR-RI 11/12/2004 4:59 PM

227

mengusulkan kepada Pimpinan BPK-RI untuk mengadakan

pertemuan yang sifatnya tertutup untuk mendapatkan masukan

yang lebih kongkrit.

Selama periode 1998-2004, Panitia Anggaran DPR-RI telah

melakukakan konsultasi dengan BPK-RI sebanyak dua kali, yaitu

membahas Hasil Pemeriksaan Atas PAN TA 1999/2000 pada

tanggal 23 Mei 2001 di BPK-RI dan Hasil Pemeriksaan Atas PAN

TA 2001 pada tanggal 23 Januari 2003 dan tanggal 21 Februari

2003 di BPK-RI.

c. Pertemuan dengan Komisi-komisi DPR-RI

Pertemuan antara DPR-RI (Komisi DPR RI atau Pansus DPR

RI) dengan BPK-RI atau pejabat yang ditunjuk, dilaksanakan

bersifat konsultasi mengenai hasil pemeriksaan BPK-RI yang

berrguna sebagai bahan rapat kerja dengan Pemerintah.

Pertemuan yang telah dilaksanakan di BPK-RI selama periode

1998-2004 adalah sebanyak 17 kali, yaitu :

No. Topik Pertemuan

Tanggal

Pertemuan

1. Konsultasi Komisi IX DPR-RI Tentang Hasil Pemeriksaan

Neraca Awal BI Per 17 Mei 1999

19 Januari 2000

2. Konsultasi Komisi II DPR-RI Tentang Hasil Pemeriksaan

Atas Biaya Pemilu 1999 di KPU

22 Maret 2000

3. Konsultasi Komisi III DPR-RI Tentang Hasil Pemeriksaan

Atas PT. Perkebunan Nusantara IV

2 Juni 2000

4. Konsultasi Komisi III DPR-RI Tentang Hasil Pemeriksaan

Atas PTPN IV

13 Juni 2000

5. Konsultasi Komisi II DPR-RI Tentang Jaminan BLBI pada

BPPN

18 Juli 2001

6. Konsultasi Komisi VIII DPR-RI Tentang Klarifikasi Atas

HAPSEM I TA 2001

25 September 2001

7. Konsultasi Komisi IV DPR-RI Tentang Klarifikasi Atas

HAPSEM I TA 2001

1 Oktober 2001

8. Konsultasi Komisi IX DPR-RI Tentang Klarifikasi Atas

HAPSEM I TA 2001

3 Desember 2001

9. Konsultasi Komisi III DPR-RI Tentang Klarifikasi Atas

HAPSEM II TA 2001 pada Departemen Kelautan dan

Perikanan

4 Juni 2002 11/12/2004 4:59 PM

228

No. Topik Pertemuan

Tanggal

Pertemuan

10. Konsultasi Komisi III DPR-RI Tentang Klarifikasi Atas

HAPSEM II TA 2001 pada Departemen Pertanian

12 Juni 2002

11. Konsultasi Komisi VIII DPR-RI Tentang Klarifikasi Atas

HAPSEM II TA 2001 Bidang Sub. Enegi Dan Sumber Daya

Mineral

24 Juni 2002

12. Konsultasi Komisi VIII DPR-RI (Pansus Penyelidikan

Kasus Proyek Pertamina)

26 Juni 2002

13. Konsultasi Komisi VIII DPR-RI Tentang Pinjaman Luar

Negeri pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

17 September 2002

14. Konsultasi Komisi I DPR-RI Tentang Pinjaman Luar Negeri

pada Departemen Pertahanan dan Polri Periode 1994-

2000.

17 September 2002

15. Konsultasi Komisi IX DPR-RI Tentang BLBI khususnya

Perpectual Promise Notes.

26 November 2002

16. Konsultasi Komisi IV DPR-RI (Panja Proyek

Pengembangan Bandara Juanda Surabaya).

6 Maret 2003

17. Konsultasi Komisi IX DPR-RI Tentang Asset Pengalihan BI

pada BPPN dan Masalah Surat Utang BLBI.

29 Mei 2003

Selain kegiatan dalam lingkup kesepakatan bersama tersebut

di atas, BPK-RI telah memberikan masukan mengenai berbagai

hal kepada DPR- RI, yaitu :

No. Uraian

Nomor dan Tanggal

Surat Pengantar

Penyerahan

91/S/I/2/1999 1. Pendapat BPK-RI mengenai RUU tentang BI

Tgl. 26 Februari 1999

2. RUU tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah

100/S/I/3/1999

Tgl 29 Maret 1999

3. Pendapat BPK-RI mengenai RUU tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

dari KKN

104/S/I/4/1999

Tgl 14 April 1999

4. Hak inisiatif tentang RUU Pelaksanaan

Pemeriksaan Tanggung Jawab Pemerintah tentang

Keuangan Negara oleh BPK-RI

107/S/I/4/1999

Tgl 20 April 1999

5. Pendapat BPK-RI mengenai RUU tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

122/S/I/7/1999

Tgl 2 Juli 1999

6. Permintaan Bahan Pemeriksaan Dalam Bentuk

Long Form

176/S/I/9/1999

Tgl 22 September 1999

7. Pelaksanaan Pertimbangan Hukum Mahkamah

Agung RI tentang Penyerahan Laporan Long Form

PWC kepada DPR RI

187/S/I/10/1999

Tgl 19 Oktober 1999

8. Pendapat dan Usul BPK-RI mengenai Rahasia

Jabatan pada RUU Perubahan Kedua atas UU No.

6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan

69/S/I/06/2000

Tgl 27 Juni 2000 11/12/2004 4:59 PM

229

No. Uraian

Nomor dan Tanggal

Surat Pengantar

Penyerahan

9. Pendapat dan Usul BPK-RI mengenai RUU tentang

Yayasan

72/S/I/5/2000

Tanggal 5 Juni 2000

10. Tanggapan terhadap Surat Deputi Gubernur

Senior BI

134/S/I/12/2000

Tgl 6 Desember 2000

11. Usulan mengenai Perubahan UU No. 23 Tahun

1999 tentang BI

138/S/I-VII/12/2000

Tgl 22 Desember 2000

12. Penyampaian tiga Alternatif Paket RUU Di Bidang

Keuangan Negara Hasil BPK-RI

56/S/I/10/2001

Tgl 10 Oktober 2001

13. Penjelasan Pertanyaan Fraksi Reformasi DPR RI

perihal Hapsem II TA 2001

30/S/I/7/2002

Tgl 4 Juli 2002

14. Masa Jabatan Ketua dan Anggota BPK-RI Periode

1998-2003

36/R/S/I/6/2003

Tgl 9 Juni 2003

15. Pendapat dan Usul BPK-RI mengenai RUU tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemda (UU no. 25/1999

02/S/I/2/2004

Tgl 3 Februari 2004

2.2 Hubungan Dengan DPRD

Pasal 23E ayat (2) Perubahan Ketiga Undang Undang Dasar 1945

mengamanatkan bahwa hasil pemeriksaan BPK-RI antara lain

diserahkan kepada DPRD. Sebagai tindak lanjut ketentuan

dimaksud, BPK-RI sejak Tahun 2001 telah menyampaikan HAPSEM

kepada DPRD, yaitu hasil pemeriksaan yang menyangkut pengelolaan

dan tanggung Jawab keuangan daerah yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten yang bersangkutan.

Hubungan antara BPK-RI dan DPRD sebenarnya merupakan

hubungan tiga pihak tiga pihak yakni: (1) Kepala Daerah sebagai

pihak yang wajib menyusun Laporan Keuangan, (2) BPK-RI sebagai

pihak yang wajib melakukan audit (mandatory audit), dan (3) DPRD

sebagai pihak yang akan menggunakan Laporan Keuangan.

Hubungan dimaksud merupakan hubungan saling melengkapi dan

tidak dapat dipisahkan ataupun ditiadakan, dalam hubungan ini

BPK-RI memegang peranan sentral karena berada di tengah. Pasal 31

UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur bahwa

Kepala Daerah wajib menyusun Pertanggungjawaban Pelaksanaan

APBD berupa laporan keuangan selambat-lambatnya enam bulan 11/12/2004 4:59 PM

230

sesudah di audit oleh BPK-RI. Bilamana antara BPK-RI dan satu

DPRD sudah ada kesepakatan yang dituangkan di dalam naskah

kerja sama konsultasi, secara praktek mudah dilaksanakan karena

hanya ada dua pihak, namun kondisinya sangat berbeda jika jumlah

DPRD baik Provinsi maupun kabupaten/kota telah mencapai 451

entitas. Meskipun demikian BPK-RI mempunyai kepentingan agar

DPRD, khususnya Komisi C dapat memahami Laporan Keuangan

Daerah yang disusun oleh Kepala Daerah dan di audit oleh BPK-RI.

Dalam hubungan ini BPK-RI telah membangun kerja sama dengan

Lembaga Informasi Nasional (LIN) untuk mensosialisasikan audit

BPK-RI kepada para anggota DPRD, utamanya Komisi C (Komisi

APBD).

Sebagai tindak lanjutnya, BPK-RI juga telah membuat draft

Kesepakatan bersama BPK-RI dengan DPRD tentang Tata Cara

Penyerahan Hasil Pemeriksaan BPK-RI kepada DPRD, dan materinya

telah dimintakan pertimbangan atau penjajagan kepada DPRD

Prov.Sumatera Utara, DPRD Prov.Sumatera Selatan, DPRD Prov.DIY,

DPRD Prov Bali, DPRD Prov.Kalimantan Selatan dan DPRD

Prov.Sulawesi Selatan. Diharapkan bilamana DPRD hasil Pemilu

tahun 2004 terbentuk, maka draft kesepakatan tersebut

ditandatangani oleh para Pimpinan DPRD daerah dan Kepala

Perwakilan BPK-RI yang bersangkutan.

Di dalam draft tersebut diatur tata cara sebagai berikut: (1)

Perwakilan BPK-RI setiap semester menyampaikan Hasil Pemeriksaan

Semester (HAPSEM) kepada DPRD di Propinsi tempat kedudukan

Perwakilan BPK-RI beserta Hasil Pemeriksaan pada Kabupaten/Kota

di wilayah Propinsi bersangkutan; (2) DPRD dapat meminta klarifikasi

hasil pemeriksaan kepada Perwakilan BPK-RI sebagai bahan

pembahasan APBD tahun berikutnya atau sebagai bahan bagi DPRD

di dalam melakukan fungsi pengawasannya kepada

Eksekutif/Pemerintah Daerah, dan (3) DPRD dapat mengajukan 11/12/2004 4:59 PM

231

permintaan kepada BPK-RI untuk melakukan pemeriksaan pada

segmen tertentu (audit on call), di samping audit wajib (mandatory

audit) yang harus dilakukan oleh BPK-RI terhadap Laporan

Keuangan Daerah.

Berdasarkan hubungan tersebut DPRD tidak dapat diwakili oleh

Asosiasi DPRD yang sekarang terbentuk.

3. Hubungan Antara BPK-RI Dan Pemerintah

Hubungan kerja antara BPK-RI dan Pemerintah merupakan

hubungan antara pemeriksa independen dan auditee yang berkaitan

dengan tugas konstitusional BPK-RI, yaitu memeriksa pengelolaan

dan tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara. Di

samping itu, BPK-RI juga menyelenggarakan fungsi yang terkait

dengan kewenangan Pemerintah, yaitu memberikan rekomendasi

terhadap proses tuntutan perbendaharaan (TP) dan memberikan

pertimbangan atas penyelesaian tuntutan ganti rugi (TGR) yang

dilaksanakan oleh Pemerintah.

Sebagai pelaksanaan tugas konstitusional tersebut, pada

kurun waktu 1998-2003, BPK-RI telah menyampaikan Hasil

Pemeriksaan Atas Perhitungan Anggaran Negara (HP PAN) kepada

Pemerintah sebanyak 6 kali, yaitu:

No. Uraian

Surat Penyampaian

HP PAN Nomor

Tanggal

1. HP PAN TA 1997/1998 96/S/I/3/1999 10 Maret 1999

2. HP PAN TA 1998/1999 28/S/I-XII.1/4/2000 7 April 2000

3. HP PAN TA 1999/2000 12/S/I/4/2001 17 April 2001

4. HP PAN TA 2000 (Periode

April s.d. Desember 2000)

12/S/I/4/2001 17 April 2001

5. HP PAN TA 2001 60/S/I/12/2002 12 Desember 2002

6. HP PAN TA 2002 71/S/I/11/2003 7 November 2003

11/12/2004 4:59 PM

232

Sedangkan rekomendasi yang telah disampaikan kepada

Pemerintah terhadap proses TP sebanyak 16 kasus dengan nilai

Rp.1.273,40 juta + US$ 18,79 ribu + RM 781,32 ribu dan

rekomendasi mengenai pelaksanaan TGR sebanyak 83 kasus dengan

nilai sebesar Rp 4.472,93 juta + US$ 285,19 ribu.

Sebagai lembaga pemeriksa ekstern Pemerintah yang bebas

dan mandiri, BPK-RI masih menghadapi kendala di bidang peraturan

perundang-undangan karena adanya peraturan perundang-

undangan yang dapat ditafsirkan mereduksi atau menghambat

kewenangan BPK-RI dan juga dalam pelaksanaan operasional masih

mempunyai ketergantungan pada Pemerintah, terutama dalam hal

anggaran, kepegawaian, dan pelaporan. Namun demikian dalam

beberapa hal Pemerintah telah memenuhi kebutuhan anggaran

pemeriksaan BPK-RI khususnya biaya pemeriksaan terhadap obyek

pemeriksaan yang diminta oleh DPR-RI dan penambahan formasi

pegawai, meskipun Pemerintah menempuh kebijakan “Zero Growth”

dalam bidang kepegawaian.

Dalam upaya memantapkan BPK-RI sebagai lembaga

pemeriksa ekstern Pemerintah, berlandaskan pada fungsi

rekomendasi yang diatur dalam Pasal 59 ayat (2) ICW dan Pasal 41

ayat (2) IAR, BPK-RI telah memberikan pendapat dan pertimbangan

kepada Pemerintah, antara lain dengan Surat BPK-RI No.

109/S/I/10/2000 tanggal 4 Oktober 2000 kepada Presiden tentang

Pemeriksaan Intern dan Pemeriksaan Ekstern Keuangan Negara di

Indonesia, bahwa dalam rangka menghilangkan duplikasi

pemeriksaan, Pemeriksaan Intern hanya dilakukan oleh inspektorat

jenderal di lingkungan departemen, inspektorat di lingkungan

lembaga negara non departemen (LPND); Bawasda di lingkungan

provinsi, kabupaten dan kota; serta oleh satuan pengawas intern 11/12/2004 4:59 PM

233

(SPI) BUMN dan BUMD yang bersangkutan, sedangkan pemeriksaan

ekstern hanya dilakukan oleh BPK-RI.

Pertimbangan lain yang disampaikan oleh BPK-RI kepada

Pemerintah adalah yang berkaitan dengan :

Peningkatan Pemeriksaan Dokumen oleh BPK-RI; bahwa dalam

rangka peningkatan pemeriksaan dokumen, BPK-RI telah

menyampaikan surat kepada Presiden RI, No. 98/S/I/3/1999 tanggal

11 Maret 1999 mengenai jenis dokumen keuangan negara pada

Departemen dan Instansi Pemerintah yang diharapkan secara teratur

disampaikan kepada BPK-RI, masing-masing pada :

No. Nama Departemen/Instansi

Jumlah Jenis

Dokumen

1. Departemen Keuangan 57

2. Departemen Pertahanan dan Keamanan/Mabes ABRI 22

3. Departemen (tidak termasuk DEPKEU), LPND, dan

Setjen/Panitera LETTINA

14

4. Bank Indonesia 8

5. Badan Urusan Logistik 8

6. Pemerintah Daerah *) 14

7. Perusahaan Negara/Daerah 16

Catatan : *) Dikirim ke masing-masing Kantor Perwakilan BPK-RI.

Penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI); yang

disampaikan oleh BPK-RI kepada Presiden RI dengan surat No.

55/R/S/I/11/2002 tanggal 22 November 2002 tentang Pokok-pokok

Kesepakatan Pemerintah dan Bank Indonesia Mengenai Penyelesaian

BLBI Serta Hubungan Keuangan Pemerintah dengan Bank Indonesia.

Dalam kesepakatan tersebut antara lain dimuat bahwa penyelesaian

BLBI dimaksud adalah penyelesaian yang menyeluruh dengan

prinsip-prinsip : (1) memperhatikan kemampuan anggaran

Pemerintah, (2) memperhatikan kondisi keuangan Bank Indonesia 11/12/2004 4:59 PM

234

yang memadai dalam jangka panjang (financially Sustainable), dan (3)

memperhatikan Pokok-pokok kesepakatan Pemerintah dan Bank

Indonesia mengenai penyelesaian BLBI tanggal 17 November 2000.

Hubungan kerja dengan Pemerintah juga mencakup usaha

menyempurnakan dan atau melengkapi peraturan perundang-

undangan di bidang Keuangan Negara. Selain itu, BPK-RI juga

melakukan hubungan kerja dengan lembaga yang berada di

lingkungan Pemerintah yaitu :

3.1 Hubungan BPK-RI Dengan Kejaksaan Agung

Dalam rangka mendukung optimalisasi pelaksanaan tugas dan

fungsi masing-masing lembaga secara seimbang dan proporsional

dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas

dari KKN, maka BPK-RI memandang perlu untuk mengadakan suatu

bentuk kerja sama dengan Kejaksaan Agung dengan tujuan agar

dapat dicapai suatu koordinasi kerja yang baik dalam melakukan

tindakan hukum atas temuan-temuan pemeriksaan BPK-RI atas

pengurusan keuangan negara yang diduga terdapat sangkaan tindak

pidana korupsi, untuk dapat diproses secara cepat, tepat dan tuntas

dengan menggunakan instrumen pidana atau perdata. Kerja sama

tersebut dituangkan dalam suatu Kesepakatan Bersama Ketua

BPK-RI dengan Jaksa Agung RI tanggal 19

Juni 2000.

Berdasarkan Kesepakatan Bersama tersebut dan sebagai wujud

dari pelaksanaan ketentuan Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1973, BPK-

RI dalam kurun waktu 1998 s.d Maret 2004 telah menyampaikan 12

buah Hasil Pemeriksaan yang berindikasikan tindak pidana korupsi

kepada Kejaksaan Agung untuk segera dapat dilakukan langkah-

langkah yuridis.

No. 62/S/I-III/6/2000

No. Kep-129/J.A/06/2000 11/12/2004 4:59 PM

235

Dalam pelaksanaan proses yuridis, baik oleh Kejaksaan Agung

RI, maupun di pengadilan, BPK-RI seringkali juga menugaskan dan

mengirimkan para auditornya sebagai Ahli atau Saksi Ahli, seperti

pada proses penyidikan dan peradilan tindak pidana korupsi di KPU,

BLBI, dan PT BPUI. Khusus pada proses penyidikan terhadap tindak

pidana korupsi di PT BPUI, berdasarkan surat Nomor 23/S/I-

VII/05/2002 tanggal 17 Mei 2002, BPK-RI menugaskan Inspektur

Pengawasan Kerugian Negara dan seorang auditornya untuk

membantu menghitung jumlah kerugian negara pada PT BPUI,

sehubungan dengan penyimpangan fasilitas keuangan pada tahun

1996 sebesar US$ 62,70 juta, yang dilakukan oleh Sudjiono Timan,

Ir. Darmoyo Doyoatmojo, dkk.

Hasil monitoring tindak lanjut atas temuan BPK-RI yang

dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung RI dimuat dalam Lampiran II.

3.2 Hubungan BPK-RI Dengan Kepolisian

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1973 berikut

penjelasan-nya, BPK-RI juga melakukan hubungan kerja dengan

pihak Kepolisian, terutama dalam upaya untuk memproses lebih

lanjut temuan pemeriksaan BPK-RI yang berindikasikan tindak

pidana korupsi (TPK). Selama periode 1998-2004 oleh BPK-RI telah

disampaikan kepada Kepolisian RI, dua buah hasil pemeriksaan dan

satu buah laporan penolakan pemeriksaan yang dilengkapi dengan

hasil telaahan hukum dari Tim Konsulen Hukum untuk dilakukan

penyidikan/proses yuridis, yaitu :

a. Hasil pemeriksaan atas Kasus Bank Bali, Tahun 1999.

b. Hasil pemeriksaan tentang Penggunaan Rekening 502.000002

pada BI dan BPPN, Tahun 2004.

c. Laporan Penolakan Pemeriksaan oleh Perjan TVRI, Tahun 2003. 11/12/2004 4:59 PM

236

Selain itu, BPK-RI juga telah beberapa kali menugaskan tenaga

auditornya sebagai Ahli dan atau Saksi Ahli yang diminta oleh

Kepolisian untuk didengar keterangannya berkaitan hasil

pemeriksaan BPK-RI yang berindikasikan TPK tersebut, sebagai

contoh, penugasan seorang auditor sebagai saksi ahli dalam tindak

pidana korupsi pada KPKN III Jakarta dan tindak pidana korupsi

penggunaan dana BLBI pada PT. Bank Sewu Internasional.

Hasil monitoring tindak lanjut atas temuan BPK-RI yang

dilaksanakan oleh Kepolisian Negara RI dimuat dalam Lampiran III.

4. Hubungan BPK-RI Dengan Mahkamah Agung

BPK-RI melakukan hubungan kerja dengan Mahkamah Agung

(MA), terutama berkaitan dengan permohonan pertimbangan hukum

atas hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK-RI, yaitu:

4.1. Permintaan fatwa pertimbangan hukum tentang

penyampaian laporan lengkap (long form) Hasil Pemeriksaan

PwC Atas Kasus Bali kepada DPR-RI, yang disampaikan oleh BPK-

RI dengan Surat Ketua BPK-RI Nomor 186/S/I/10/1999 tanggal 8

Oktober 1999 dan memperoleh fatwa dari Mahkamah Agung yang

dimuat dalam Surat Ketua MA Nomor KMA/1019/X/1999 tanggal 14

Oktober 1999;

4.2. Permintaan izin memeriksa dokumen keuangan negara

pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang disampaikan

dengan Surat Ketua BPK-RI No. 17/S/I/4/2002. Pemeriksaan

dokumen tersebut perlu dilakukan untuk memperoleh kepastian

mengenai proses pembayaran dan pertanggungjawaban keuangan

Pemerintah DKI Jakarta dalam pembebasan tanah di Jl Daan Mogot,

Jakarta Barat, senilai Rp. 21,12 milyar dari 49 pemilik/penggugat,

kepengurusan hak atas tanah yang telah dibayar, dan kepastian

dasar penyusunan inventarisasi kekayaan daerah (IKD). Permintaan 11/12/2004 4:59 PM

237

ini tidak memperoleh izin dari Mahkamah Agung RI sebagaimana

dimuat dalam Surat Ketua Mahkamah Agung No. KMA/393/VI/2002

tanggal 17 Juni 2002 bahwa “Pada prinsipnya Mahkamah Agung

tidak berkeberatan dan memberikan izin kepada BPK-RI untuk

melakukan pemeriksaan terhadap dokumen/bukti asli penerimaan

dari yang berhak dengan ketentuan bahwa pemeriksaan hanya dapat

dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, sedangkan mengenai

bukti kepemilikan hak atas tanah, Jaksa Agung tidak dapat tidak

dapat memberikan izin karena hal tersebut sudah menyangkut

kepada pokok perkara“.

5. Hubungan Antara BPK-RI Dan Komisi Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang

dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002,

bertugas antara lain memonitor para penyelenggara Pemerintahan

Negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPK berkewajiban

menyusun Laporan Tahunan dan menyampaikannya antara lain

kepada BPK-RI.

Pimpinan dan Anggota KPK ditetapkan dengan Keppres RI

Nomor 266/M Tahun 2003 tanggal 26 Desember 2003 dengan masa

kerja sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Berkaitan

dengan pelaksanaan tugasnya, maka KPK pada tanggal 13 Januari

2004 melakukan kunjungan kerja ke BPK-RI, dan diterima oleh

Ketua, Wakil Ketua dan para Anggota BPK-RI.

Sebagai tindak lanjut pertemuan dimaksud, pada tanggal 22

April 2004 dengan Surat Sekjen No.58/S/VIII/4/2004, BPK-RI

menyampaikan hasil pemeriksaan yang berindikasi tindak pidana

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) kepada Pimpinan KPK untuk

ditindaklanjuti. Temuan-temuan hasil pemeriksaan yang

disampaikan kepada KPK dimaksud, adalah sama dengan temuan-11/12/2004 4:59 PM

238

temuan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada Kejaksaan

Agung RI dan/atau Kepolisian Negara RI sebagaimana dimuat dalam

Lampiran III.

6. Hubungan Kerja BPK-RI Dengan Media

Hubungan BPK-RI Periode 1998-2004 dengan media masa

cetak dan elektronik cukup baik. Sejak beberapa tahun, dilakukan

dengan pers setiap hari Jum’at setelah Sholat Lohor. Melihat

kepentingannya bagi Badan, para Anggota berpartisipasi pula dalam

acara-acara televisi yang menyangkut tugas dan fungsi Badan atau

masalah-masalah tertentu. Sebagai contoh, Ketua BPK-RI memenuhi

undangan dari LATIVI dalam acara Dialog dengan thema “Hilangnya

Kepercayaan Publik Terhadap Pengelolaan Keuangan Instansi

Pemerintah dan BUMN, Bagaimana Mengatasinya“, pada Program

WACANA LATIVI yang diselenggarakan pada tanggal 27 Agustus

2003, Pukul 22.30 s.d. 23.30 WIB (acara live), bertempat di Studio

LATIVI Jl Rawa Terate II Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta

Timur.

7. Hubungan BPK-RI Dengan Lembaga Internasional

7.1 International Organization of Supreme Audit Institutions

(INTOSAI)

International Organization of Supreme Audit Institutions

(INTOSAI) sebagai suatu induk organisasi profesi di bidang

pemeriksaan yang mempersatukan semua lembaga pemeriksa

tertinggi (Supreme Audit Institution = SAI) di seluruh dunia, didirikan

pada tahun 1953 atas prakarsa Ketua SAI Kuba, Dr. Emilio

Fernandez Camus. Untuk maksud itu Ia telah mengundang 34

Pimpinan SAI dari seluruh dunia pada suatu pertemuan di Havana,

Kuba. Sesuai dengan maksud dan tujuannya, INTOSAI ingin

mengembangkan dan mempererat hubungan kerja antara semua SAI 11/12/2004 4:59 PM

239

di dunia di bidang auditing pemerintahan (governmental auditing).

Pertemuan Havana, Kuba tahun 1953 menjadi awal dari pertemuan

tiga tahunan berikutnya dengan nama Kongres INTOSAI pada tahun

1956 di Brussel, Belgia. INTOSAI dengan demikian menjadi

organisasi profesi dari semua lembaga pemeriksa dari negara-negara

yang menjadi anggota PBB dan atau lembaga-lembaga khususnya

dan berperan dalam memeriksa pembukuan dan kegiatan Pemerintah

serta meningkatkan pengelolaan keuangan yang baik dan

akuntabilitas pemerintahannya. Selain itu INTOSAI membantu para

anggotanya dengan memberikan kesempatan untuk saling tukar-

menukar pengalaman dan informasi.

BPK-RI baru menjadi anggota INTOSAI pada tahun 1956 dengan

mengikuti kongresnya di Brussel, Belgia dan sempat tidak menjadi

anggota INTOSAI karena Negara Republik Indonesia keluar dari PBB.

Sejak Orde Baru Indonesia tidak pernah absen dalam kegiatan

INTOSAI, terutama dalam pertemuan sekali tiga tahun dalam bentuk

Kongres INTOSAI yang disebut “INCOSAI”. Kongres-kongres INTOSAI

telah menghasilkan berbagai deklarasi, antara lain “Deklarasi Lima

Tahun 1977” yang berkaitan dengan kedudukan, peran, tugas, dan

wewenang lembaga pemeriksa tertinggi.

Sejak Pemerintahan Orde Baru Tahun 1997, Indonesia tidak

pernah absen dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh INTOSAI,

terutama dalam acara pertemuan sekali tiga tahun dalam bentuk

Kongres INTOSAI, yang terakhir dilaksanakan di Korea Selatan pada

tahun 2001.

Di kalangan INTOSAI, BPK-RI dikenal dengan nama Supreme

Audit Board of The Republic of Indonesia, dan Ketua BPK-RI terpilih

sebagai Anggota Governing Board INTOSAI selama 6 tahun (1989-

1995). Sebagai Anggota Governing Board INTOSAI, BPK-RI kemudian

terpilih sebagai Anggota Tim yang ditugasi untuk meninjau kembali 11/12/2004 4:59 PM

240

Pasal 9 AD/ART INTOSAI (Article 9 Financial Matters/Revised

Procedure), yang anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Australia

dan Indonesia.

Rancangan penyempurnaan pasal tersebut, telah diterima oleh

Kongres INTOSAI XIV tahun 1992 di Washington dan dilakukan uji-

coba sampai dengan diselenggarakan Kongres XV pada tahun 1995 di

Kairo, Mesir.

Selama Kepemimpinan Badan periode 1998-2004, BPK-RI ikut

berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan INTOSAI seperti :

a. Menghadiri Kongres INTOSAI yang dilaksanakan dari tanggal 7

s.d. 14 November 1998 di Montevideo, Uruguay.

b. Menghadiri Kongres INTOSAI yang dilaksanakan dari tanggal 22

s.d. 27 Oktober 2001 di Seoul, Korea Selatan.

Selain dari itu, dalam Pertemuan Kesembilan Kelompok

Pemeriksa Lingkungan di Brasilia, Brazil yang diselenggarakan sejak

pada tanggal 30 Mei s.d. 4 Juni 2004 BPK-RI menugaskan seorang

Auditor Ahli untuk menghadirkan pertemuan tersebut. Pada

pertemuan tersebut Ms. Johanne Gelinas (Commissioner of

Environment and Sustainable Development Canada) selaku Associate

Chair of Working Group On Environment Audit (WGEA) dan Mr. John

Reed selaku Secretariat of WGEA melakukan pendekatan kepada

wakil dari BPK-RI dalam rangka menjajagi kemungkinan BPK-RI

menjadi anggota Steering Committee.

7.2. Asian Organization of Supreme Audit Institutions (ASOSAI)

Pada akhir tahun 1977 tidak lama sesuai dengan Kongres

INTOSAI di Lima, Peru, atas prakarsa Commission on Audit of the

Philippines, telah berkumpul beberapa SAI di negara-negara Asia,

termasuk BPK-RI di Kota Tagaitay City untuk membahas dua hal,

yaitu pertama, pembentukan suatu pusat pelatihan untuk 11/12/2004 4:59 PM

241

kepentingan semua SAI di wilayah Asia, dan kedua, mendirikan

suatu perhimpunan regional INTOSAI di wilayah Asia. Melalui

perdebatan yang cukup alot, akhirnya sebagian besar peserta lebih

condong untuk mempertimbangkan berdirinya sebuah organisasi

regional INTOSAI di wilayah Asia.

Pada bulan November 1978 bertempat di Berlin Barat, Jerman

Barat atas inisiatif German Foundation for International Development

melalui seminar dengan tema “pelatihan bagi pelatih” (training for

trainers), para peserta sepakat untuk menandatangani “kesepakatan

bersama” pendirian perhimpunan regional INTOSAI dengan nama

Asian Organization of Supreme Audit Institution, atau disingkat

ASOSAI. Salah satu tujuan pembentukan ASOSAI adalah untuk

saling tukar-menukar pengetahuan dan pengalaman di bidang

pemeriksaan keuangan negara (Government Auditing), yang

ditempuh melalui seminar, kunjungan kerja, lokakarya (Workshop)

dan pelatihan (Training). Para pendiri ASOSAI adalah lembaga-

lembaga tertinggi pemeriksa keuangan negara Afghanistan,

Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Nepal, Filipina, Singapura,

Sri Lanka, dan Thailand.

ASOSAI merupakan salah satu dari 7 asosiasi regional INTOSAI

(International Organisation of Supreme Audit Institutions) yang

merupakan semacam PBB di bidang pemeriksaan ekstern keuangan

negara dan beranggotakan 184 buah badan pemeriksa ekstern

keuangan negara (“Supreme Audit Institution”) yaitu badan-badan

yang ditetapkan oleh Undang Undang Dasar dan atau Undang-

undang negaranya masing-msing sebagai lembaga tertinggi

pemeriksa ekstern keuangan negara.

Kesepakatan Berlin Barat tersebut diwujudkan dalam pertemuan

yang dinamakan Assembly pertama ASOSAI di New Delhi, India

tahun 1979 yang dihadiri oleh 11 SAI di negara Asia. Pertemuan yang 11/12/2004 4:59 PM

242

bersejarah itu secara resmi dinyatakan sebagai tahun berdirinya

ASOSAI lengkap dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangganya (Charter and Rules and Regulations of ASOSAI) yang

selesai dibahas pada pertemuan itu. Pertemuan yang berlangsung

singkat (2 hari) menyimpulkan bahwa Assembly itu kurang lengkap

jika hanya membahas hal-hal yang bersifat “organisatoris” seperti

keanggotaan, iuran anggota, tata tertib persidangan, dan lain-lain,

sehingga pada Assembly ke-2 ASOSAI di Seoul, Korea Selatan,

pertemuan ini juga disemarakkan dengan penyelenggaraan suatu

seminar internasional dengan tema : “Peranan Lembaga Pemeriksa

Tertinggi Dalam Penerapan Sistem Audit Pendukung Pembangunan

Nasional”.

Penyelenggaraan seminar internasional ini didasarkan pada

pengaturan khusus, yaitu sesuai dengan tema pokok seminar, negara

anggota tertentu diminta untuk menulis pokok-pokok

pembahasannya, yang kemudian dilengkapi dengan penulisan

makalah negara (country paper) oleh semua anggota ASOSAI. Semua

makalah ini kemudian “diolah” menjadi sebuah makalah yang

merupakan intisari dari makalah dasar dan makalah negara.

Makalah “gabungan” ini dinamakan “Comparative Review Paper” yang

kemudian didiskusikan oleh semua anggota ASOSAI dalam suatu

lokakarya (workshop) yang menghasilkan kesimpulan “sementara”.

Kesimpulan sementara tersebut akan dituntaskan pada Assembly

yang lazimnya diselenggarakan tidak lama setelah lokakarya itu.

Hasil seminar internasional ini diumumkan sebagai hasil resmi

Assembly yang berbentuk “deklarasi”.

Mulai tahun 1982, penyelenggaraan Assembly ASOSAI dilakukan

setiap tiga tahun dan dikaitkan dengan penyelenggaraan seminar

internasional dengan pilihan tema yang sedang “aktual”. Kegiatan

rutin ini ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh 11/12/2004 4:59 PM

243

INTOSAI yang pada kongresnya sekali tiga tahun juga membahas hal-

hal yang dianggap perlu, mulai dari hal-hal organisatoris sampai

sistem pemeriksaan yang modern seperti pemeriksaan ekonomi,

efisiensi, dan efektivitas (3E) serta dan audit komputer (Elektronik

Data Prosesing Audit).

Pada tahun 1997 ASOSAI beranggotakan 30 Supreme Audit

Institutions dan saat ini Tahun 2004 ASOSAI beranggotakan 36

Supreme Audit Institutions, yaitu badan/lembaga yang di dalam

negaranya masing-masing telah ditetapkan oleh Undang Undang

Dasar dan atau Undang-undang sebagai pemeriksa ekstern keuangan

negara.

Sejak Assembly I Tahun 1981, Indonesia telah menjadi Anggota

Pengurus (Governing Board) ASOSAI sampai dengan Tahun 2000 pada

Assembly VIII di Chiang Mai. Selama waktu tersebut Indonesia

menjadi Ketua ASOSAI sebanyak 2 kali, yaitu pada periode 1988

sampai dengan 1991 dan 1997 sampai dengan 2000.

Sebagai anggota biasa, Indonesia ikut aktif dalam berbagai

pertemuan ASOSAI seperti antara lain:

a. Menghadiri ASOSAI Workshop On The Value For Money Audit

Process (RC-3) yang dilaksanakan dari tanggal 21 Februari s.d. 3

Maret 2000 di Thailand.

b. Menghadiri 9Th Assembly ASOSAI dan Symposium dari tanggal 20

s.d. 25 Oktober 2003 di Manila, Philipina, dimana dalam

pertemuan itu, Indonesia terpilih sebagai Anggota Komite Audit

ASOSAI, yang mempunyai konsekwensi selain harus melakukan

audit atas keuangan ASOSAI, Indonesia juga harus mengikuti

pertemuan tahunan pengurus.

c. Kegiatan lainnya yang diikuti BPK-RI adalah aktif dalam ASOSAI

Training Program. Selain aktif sebagai peserta training, BPK-RI 11/12/2004 4:59 PM

244

juga aktif mengirimkan pegawainya sebagai calon tenaga pengajar

untuk training-training ASOSAI, dan pada saat ini BPK-RI telah

memiliki 4 orang Training Specialist, yang setiap saat dapat

diminta bantuannya untuk menjadi tenaga pengajar dalam

kegiatan training ASOSAI, yaitu: (1) Drs J. Widodo Harjo

Mumpuni, AK, MBA; (2) Iwan Siswara Rafei, SE, MSc; (3) B. Dwita

Pradana, SE, MA; dan (4) F. Yudaningtyas, SE, MA.

7.3. BANK DUNIA

Dalam rangka meningkatkan kualitas BPK-RI, Bank Dunia

memberikan pinjaman kepada Pemerintah Indonesia yang secara

khusus ditujukan untuk BPK-RI. Loan Agreement No. Loan-4194 IND

(BPK Audit Modernization Project/PMA) ditandatangani pada tanggal

4 Agustus 1997 dengan nilai pinjaman sebesar US$. 16,400,000.00.

Pada mulanya proyek diharapkan berakhir pada 30 Juni 2002.

Proyek dimaksud bertujuan “to assist BPK to better assess the

accountability of public finances through the enhancement of its

performance and financial audit capabilities”.

Sebagaimana ditetapkan di dalam Loan Agreement, komponen

proyek terdiri dari dua bagian besar, yaitu: (1) perencanaan strategis

BPK-RI (BPK-RI Strategic Planning) berupa penyedian jasa konsultan

dalam rangka meningkatkan kapabilitas BPK-RI untuk membangun

dan menerapkan strategi jangka panjang, dan (2) pembangunan

Kelembagaan BPK-RI (BPK-RI Institutional Development), terdiri dari:

meningkatkan kapasitas audit melalui pelatihan di dalam dan di luar

negeri bagi para pegawai BPK-RI dan para staf yang bertanggung

jawab atas implementasi temuan-temuan BPK-RI, dan melalui

program magang bagi para staf teknis, termasuk formulasi kurikulum

dan materi pelatihan; dan meningkatkan System Audit BPK-RI

dengan cara : meningkatkan Sistem Informasi Management Audit

BPK-RI, memutakhirkan dan mengembangkan audit manual dan 11/12/2004 4:59 PM

245

petunjuk teknis audit untuk performance dan financial audit, dan

memformulasikan dan menerapkan beberapa performance dan

financial audit untuk menguji meningkatnya kualitas audit

pemerintah.

Untuk mendukung komponen-komponen kegiatan tersebut,

kelompok pembiayaan proyek dibagi menjadi beberapa kategori

dengan rincian sebagai berikut :

Kategori Deskripsi Nilai (US$)

1 Consultants’ services 940,000

2 a. Training In-country

b. Training Overseas

1,925,000

12,360,000

3 Goods 1,175,000

Jumlah 16,400,000

Pelaksanaan proyek pada awalnya banyak mengalami hambatan,

antara lain krisis moneter yang terjadi menjelang akhir 1997,

sehingga pelaksanaan dan pengembangan komponen-komponen

proyek sebagaimana ditetapkan dalam Loan Agreement mengalami

keterlambatan. Krisis inipun berdampak pada pembatalan sebagian

pinjaman, yakni sebesar US$.900,000.00, karena menurunnya nilai

Rupiah. Pembatalan yang diusulkan oleh BPK-RI tersebut, disetujui

oleh Departemeen Keuangan dan Bank Dunia, pada tanggal 26

Agustus 1998.

Pada Bulan Mei 2000, BPK-RI dan Bank Dunia meminta Cour de

comptes untuk melakukan reviu strategis dan menyusun suatu

rencana pengembangan kelembagaan (Institutional Development Plan)

untuk Tahun 2001 s.d. 2003. Berdasarkan hasil review pihak Cour

de comptes, dihasilkanlah Rencana Pengembangan Kelembagaan

(Institutional Development Plan) 2001 -2003 yang ditetapkan oleh

Badan pada tanggal 17 November 2000. Dalam RKP tersebut,

komponen kegiatan proyek berubah menjadi: (1) legislasi, (2) 11/12/2004 4:59 PM

246

governance, management and decentralisation, (3) audit, (4) human

resources, (5) information system, (6) training, dan (7) implementation

monitoring. Komponen tersebut merupakan penjabaran atas

komponen pengembangan kelembagaan seperti yang ditetapkan

dalam Loan Agreement. Di antaranya terdapat beberapa

pengembangan, seperti pada komponen desentralisasi yang

menekankan aktivitas pada upaya perampingan organisasi

(streamlining) kantor pusat dan pengembangan kantor-kantor

perwakilan. Namun, secara umum, perubahan komponen dalam IDP

2001-2003 tetap sejalan dengan Loan Agreement.

IDP berdampak kepada perpanjangan masa akhir proyek yang

semula tanggal 30 Juni 2002 menjadi 31 desember 2003. Selain itu

alokasi pembiayaan untuk masing-masing kategoripun berubah

menjadi sebagai berikut :

Kategori Deskripsi Nilai (US$)

1 Consultants’ services 1,730,000

2 a. Training In-country

b. Training Overseas

2,720,000

7,650,000

3 Goods 3,400,000

Jumlah 15,500,000

Catatan : Pembatalan pada tanggal 26 Agustus 1998 sebesar US$.900,000.00.

Pada pertengahan tahun 2003, untuk mengantisipasi sisa

pinjaman setelah akhir tahun 2003, BPK-RI mengajukan usulan

perpanjangan masa akhir pinjaman menjadi 30 September 2004.

Selain relokasi pembiayaan untuk masing masing kategori, BPK-RI

juga mengusulkan untuk membatalkan pinjaman sebesar US$.

870,000.00 yang tidak akan terserap sampai dengan akhir masa

perpanjangan. Dalam masa perpanjangan kedua, kegiatan PMA

difokuskan untuk meningkatkan kualitas Pusdiklat BPK-RI. Usulan 11/12/2004 4:59 PM

247

tersebut disetujui oleh pihak Departemen Keuangan dan Bank Dunia.

Dengan perpanjangan tersebut, alokasi pembiayaan untuk masing-

masing kategori menjadi sebagai berikut :

Kategori Deskripsi Nilai (US$)

1 Consultants’ services 2,500,000

2 a. Training In-country

b. Training Overseas

1,675,000

7,620,000

3 Goods 2,470,000

4 Operating Cost 365,000

Jumlah 14,630,000

Catatan : Pembatalan pada tanggal 19 Agustus 2003 sebesar US$. 870,000.00.

Pada tahun 2004, kegiatan PMA terbagi menjadi 4 kategori,

yaitu: (1) peningkatan profesionalisme Pusdiklat melalui

pengembangan modul-modul pelatihan, meningkatkan

profesionalisme manajemen Pusdiklat, dan meningkatkan kualitas

para instruktur; (2) memodernisasi Pusdiklat melalui pengembangan

Electronic Library (E-Library) dan E-Learning serta meningkatkan

kualitas ruangan kelas; (3) pelatihan berupa pelatihan dalam negeri

dan luar negeri; dan (4) evaluasi akhir proyek yang terdiri dari peer

review, impact assessment, audit service dan laporan akhir.

Sampai dengan 30 Juni 2004, jumlah pinjaman yang telah

dicairkan, komitmen dan saldo pinjaman per kategori adalah sebagai

berikut :

(US$)

No Deskripsi Alokasi Pencairan Komitmen Saldo

1 Consultants’ services 2,500,000 1,744,208 2,751 753,041

2 a. Training Incountry

b. Training Overseas

1,675,000

7,620,000

1,323,309

6,842,887

88,656

711,331*

263,035

65,782

3 Goods 2,470,000 2,434,158 33,823 2,019

4 Operating Cost 365,000 - - 365,000

Jumlah 14,630,000 12,344,562 836,561 1,448,87711/12/2004 4:59 PM

248

* Komitmen kategori 2b sebesar US$. 711,331.00 merupakan nilai pinjaman yang

telah dikontrakkan kepada para pegawai tugas belajar luar negeri. Dari jumlah

tersebut, perhitungan PMA menunjukkan hanya sebesar lebih-kurang

US$.350,000.00 yang masih harus dibayarkan. Sehingga untuk kategori

tersebut masih terdapat sisa dana sebesar lebih-kurang US$.427,112.00 yang

direncanakan untuk membiayai studi banding ke beberapa training center dan

beberapa pelatihan di luar negeri.

Sampai dengan tanggal 30 Juni 2004, dari pinjaman sebesar

US$. 14,630,000.00 (US$. 16,400,000.00 dikurangi pembatalan US$.

1,770,000.00) telah dicairkan sebesar US$. 12,344,562.00 atau

84,38%.

7.4. AUSAID

Pemerintah Australia melalui AUSAID telah banyak sekali

memberikan dukungan kepada BPK-RI khususnya dalam

pengembangan sumber daya manusia (SDM) berupa pemberian bea

siswa program S-2 kepada para auditor BPK-RI. Secara khusus

AUSAID sejak tahun 2001 melalui TAMF memberikan dukungan

pelatihan jangka pendek, khususnya dalam bidang pemeriksaan

investigasi (investigative audit) kepada para auditor BPK-RI. Beberapa

orang di antaranya mendapat kesempatan mengikuti pelatihan di

Australia.

Selain itu, USAID juga memberikan dukungan kepada para

pegawai BPK-RI untuk mengikuti training dalam bidang Military

Audit.

7.5. Asian Development Bank (ADB)

Kerja sama dengan Asian Development Bank (ADB), secara

khusus diawali dengan proyek nasional untuk mereformasi bidang

audit, yaitu State Audit Reform (STAR) Project. Proyek tersebut

merupakan pemberian technical assistance dari Konsultan ADB

untuk mengetahui sektor-sektor mana saja dalam bidang audit

secara nasional yang memerlukan pembenahan. 11/12/2004 4:59 PM

249

Selanjutnya berdasarkan rekomendasi dari Tim Technical

Assistance tersebut, pihak ADB akan memberikan pinjaman sebesar

US$ 11,731,100.00 untuk membenahi sektor-sektor dalam bidang

audit nasional yang dinilai masih lemah. Proyek ini selain melibatkan

BPK-RI, juga akan melibatkan Kejaksaan Agung, Kepolisian, BPKP,

Inspektorat Jenderal Departemen, dan Bawasda.

7.6. International Monetary Fund

Hubungan BPK-RI dengan International Monetary Fund (IMF)

terjalin agak erat sewaktu Pemerintah Indonesia masih

melaksanakan Pernyataan-pernyataan Niat (“Letters of Intent”).

Umumnya IMF melakukan pembicaraan dengan BPK-RI pada saat-

saat melakukan konsultasi dengan Pemerintah Indonesia, antara lain

mengenai penyelesaian BLBI. Ada kalanya IMF berkeinginan

memaksakan kehendaknya pada BPK-RI.

7.7. Hubungan Bilateral lainnya

Selain hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga tersebut

di atas, secara khusus BPK-RI mengadakan kerja sama dengan

lembaga audit lainnya seperti :

7.7.1. General Accounting Office (GAO); kerja sama dengan GAO

secara khusus dilakukan dengan diberikannya bantuan kepada

pegawai BPK-RI untuk mengikuti GAO Fellowship Program.

Sejak tahun 1983, US-GAO memberikan kesempatan kepada

pegawai BPK-RI untuk mengikuti GAO Fellowship Program, yaitu

program yang merupakan program pelatihan yang diselenggarakan

oleh GAO dan beberapa Negara Anggota INTOSAI. Program pelatihan

ini diberikan di Kantor Pusat GAO di Washington, dilanjutkan dengan

program magang di beberapa kantor GAO negara bagian di Amerika

Serikat. 11/12/2004 4:59 PM

250

Semula BPK-RI hanya mendapat jatah 1 orang pegawai setiap

tahun, namun mulai tahun 2004 BPK-RI dapat mengirimkan 2 orang

pegawainya untuk mengikuti program tersebut. Daftar nama

karyawan BPK alumni program magang 6 bulan GAO USA, sebagai

berikut.

No. Nama Unit Kerja Tahun Jabatan

1. Drs. Misnoto, Ak, MA Setjen 1999 Kepala Biro Lahta

2. Tiurlan Simatupang AKN V 2000 Kepala Auditorat V.a

3. Rochmadi Saptogiri AKN I 2002 Kasie Mabes POLRI

4. Novi G.A. Palenkahu AKN II 2003 Kasie II.B.I.I

5. Edward Simanjuntak AKN II 2003 Kasie II.A.3.2

7.7.2. Algemene Rekenkamer (ARK), Belanda; hubungan BPK-RI

dengan Algemene Rekenkamer (ARK) Negeri Belanda telah

diselenggarakan cukup erat di masa kepemimpinan Bp. Suprayogi

(Periode 1966-1973) dengan saling berkunjung antara para pejabat

ARK Belanda dan BPK-RI. Hubungan tersebut dilanjutkan oleh

Kepemimpinan BPK-RI Periode 1998-2004, diawali dengan

pengiriman satu delegasi BPK-RI yang beranggotakan 4 orang, yaitu:

(1) Drs. Bambang Triadji, Wakil Ketua BPK-RI selaku pimpinan

delegasi, (2) Drs. Mukrom As’ad, AK, Anggota BPK-RI, (3) Drs. Amrin

Siregar, AK, Anggota BPK-RI, dan (4) M.P.S. Yoedono, SH, Tenaga Ahli

BPK-RI, masing-masing sebagai Anggota Delegasi untuk memenuhi

undangan resmi Ketua ARK Belanda, mulai hari Senin tanggal 12

April 1999 sampai dengan Jum’at tanggal 16 April 1999.

Dalam laporan hasil kunjungannya, Delegasi BPK-RI mengajukan

usul perbaikan kepada Sidang Badan, baik yang bersifat ekstern

maupun yang bersifat intern, yaitu:

Usul yang bersifat ekstern; mengingat BPK-RI belum terjamin

pelaksanaan tugasnya yang terutama disebabkan karena dibatasinya

kewenangan pemeriksaannya misalnya di bidang pajak, bank atau 11/12/2004 4:59 PM

251

BUMN lainnya serta memperoleh semua informasi yang diperlukan,

agar pembatasan itu ditampung dan dihilangkan atau diakomodasi

dalam wadah RUU Pemeriksaan BPK-RI.

Usul yang bersifat intern; yang mencakup:

a. Cara kerja yang melibatkan semua pihak, termasuk pimpinan,

bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan (individual)

dimutakhirkan oleh semua unsur/elemen pemeriksaan

(penanggung jawab mutu, penanggung jawab teknis, pimpinan

tim, dan anggota tim) dan melalui Angbintama dibahas dalam

Sidang Badan. Hasil pembahasan ini masih merupakan konsep

laporan final yang masih memerlukan komentar dari pihak yang

diperiksa. Komentar itu dimintakan secara resmi oleh BPK-RI

kepada pimpinan tertinggi lembaga/departemen yang diperiksa.

Baru laporan ini diumumkan/disampaikan ke semua pihak.

b. Pengajuan rencana pemeriksaan tahunan ke DPR, bahwa dengan

cara ini maka Parlemen sebagai mitra kerja ARK dapat segera

mengatakan apa yang akan jadi perhatian ARK pada periode

pemeriksaan yang akan datang. Walaupun Parlemen dapat

memberikan komentar atas rencana tersebut.

c. Penyelesaian keberatan BPK-RI melalui DPR, bahwa fakta

menunjukkan bahwa banyak temuan BPK tidak pernah

ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Untuk menyelesaikan masalah ini

mungkin dapat diajukan suatu prosedur dimana DPR dapat

memutuskan tindak lanjut dari temuan-temuan BPK dimaksud.

Hal ini memungkinkan karena DPR pada dasarnya memiliki hak

budget (tersirat dan tersurat dalam Pasal 58 a ICW).

Sebagai wujud hasil peningkatan kerja sama antara BPK-RI dan

ARK Belanda, pada tanggal 5 Juli 2000, Ny. Drs Saskia J. Stuiveling,

Presiden ARK Belanda, menyampaikan contoh Laporan Tahunan ARK 11/12/2004 4:59 PM

252

Belanda Tahun 1999 dan Rencana Kerja Tahunan (Audit Programme)

ARK Belanda Tahun 2000, kepada Ketua BPK-RI, yang untuk

selanjutnya dimanfaatkan sebagai salah satu bahan acuan.

Dalam surat Ny. Drs Saskia J Stuiveling, Presiden ARK Belanda,

No. Ref.947.R, tanggal 9 November 2000, diberitahukan kepada

Ketua BPK-RI bahwa ARK Belanda bersedia membantu penyusunan

Institutional Development Plan (IDP) BPK-RI 2001-2003; dalam

pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh Mr. Allain Gillete,

Conseiller Maitre at the Cour des comptes, yang ditunjuk sebagai

Pimpinan Konsultan yang dibiayai dari World Bank.

Kunjungan balasan dari ARK Belanda ke BPK-RI, dilakukan oleh

satu delegasi ARK Belanda yang dipimpin oleh Ny. Drs Saskia J.

Stuiveling, Presiden ARK, pada tanggal 18 s.d. 20 Oktober 2001.

Selanjutnya pada bulan Mei 2002, Drs J. Vrolijk, salah seorang

auditor senior dari ARK Belanda juga berkunjung ke BPK-RI,

kemudian membawakan makalah yang berjudul “Relationship

Supreme Audit Institution and Parliament Concerning The Budget

Excecution” pada seminar yang diselenggarakan oleh Departemen

Keuangan, dalam rangka pembahasan 3 buah RUU di bidang

Keuangan Negara.

Kerja sama BPK-RI dengan ARK, secara khusus dilakukan dalam

penyusunan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP). Kerja sama

tersebut dilanjutkan dengan pelatihan yang diberikan pihak ARK

kepada para pegawai BPK-RI dalam Performance Audit Training

(Pelatihan Pemeriksaan Kinerja).

7.7.3. Cour des comptes, Perancis; sebagaimana telah dilakukan

hubungan kerja antara BPK-RI dan ARK Belanda, Pimpinan BPK-RI

periode 1998-2004 juga berusaha melakukan pendekatan dan

meningkatkan hubungan kerja dengan Cour des comptes (BPK-11/12/2004 4:59 PM

253

Perancis), yang diawali dengan surat-menyurat, baik antara Ketua

BPK-RI dan M. Pierre JOXE, Premier President La Cour des comptes;

antara Ketua BPK-RI dan M. Jackues MAGNET, President de La Cour

des comptes di Paris; maupun antara Ketua BPK-RI dan H.E.M.

CROS Duta Besar Perancis di Jakarta.

Hubungan kerja BPK-RI dan Cour des comptes semakin erat,

dan pada tanggal 12 Maret 1999 BPK-RI mengirim satu delegasi

untuk melakukan studi banding ke Cour des comptes (BPK-Perancis)

sampai dengan tanggal 21 Maret 1999. Susunan delegasi BPK-RI

adalah: (1) Drs. Bambang Wahyudi, MM, Anggota BPK-RI sebagai

Ketua Delegasi; (2) Sugiarto, SH, Anggota BPK-RI, Anggota Delegasi;

(3) Drs. Gandi, Tenaga Ahli BPK-RI, Anggota Delegasi; dan (4)

Harijanto, SH, Tortama III, Anggota Delegasi.

Hasil studi banding pada Cour des comptes memuat berbagai

usul perbaikan kepada Sidang Badan, baik mengenai : (1) organisasi

dan kompetensi, (2) program kerja pemeriksaan dan peradilan

bendaharawan, (3) pelaporan, dan (4) hubungan dengan perwakilan,

yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan penyusunan RUU

tentang Keuangan Negara, RUU tentang Perbendaharaan Negara,

RUU tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara, RUU

tentang Susunan dan Kedudukan BPK-RI sebagai pengganri UU No. 5

Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan untuk

menyusun konsep pengembangan Organisasi dan Tata Kerja

Pelaksana BPK-RI.

Secara khusus mengenai langkah-langkah yang diusulkan

untuk memperbaiki kinerja pelaporan BPK-RI adalah sebagai berikut

ini.

a. Perlu dipertimbangkan dapat diterbitkan HP tahunan khusus atas

hal-hal yang secara selektif dan dinilai penting berkaitan langsung 11/12/2004 4:59 PM

254

dengan isu-isu yang berkembang dan menjadi perhatian

masyarakat, selain HAPSEM, NHP-PAN, dan HP Parsial.

b. Perlu dipertimbangkan sinkronisasi antara HP PA Departemen/

Lembaga/Daerah/Laporan Keuangan BUMN/BUMD/Yayasan/

HAPSEM dan NHP PAN sebagai rintisan kepada hasil pemeriksaan

terhadap pertanggungjawaban Pemerintah tentang Keuangan

Negara yang lebih luas dan menyeluruh (tidak sekedar seperti NHP

PAN selama ini).

c. Perlu dipertimbangkan dapat dilakukannya publikasi atas garis

besar HP Tahunan dan HAPSEM, sebelum diberitahukan kepada

DPR dan Pemerintah.

Hubungan kerja sama antara BPK-RI dan Cour des comptes

tersebut terus dikembangkan dengan penunjukan Konsultan

Perencanaan Strategis (Strategic Planning Consultant) Tahap I, yaitu

Cour des comptes, Perancis (dhi. oleh Alain Gillette, Audit Supervisor

di Cour des Comptes), dilaksanakan berdasarkan Kontrak No.

135/IBRD-4194-IND/I/00 tanggal 10 Mei 2000 dengan biaya sebesar

US$. 13.613,00 ditambah pajak 10% yaitu US$. 1.361,00 dengan

jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sejak tanggal 12 s.d. 23 Mei

2000. Penunjukan Konsultan Perencanaan Strategis Tahap II (Bagian

A), yaitu Cour des comptes, dilaksanakan berdasarkan Kontrak No.

137/IBRD-4194-IND/IND/00 tanggal 8 Juni 2000 dengan biaya

sebesar US$ 82.783,00 ditambah pajak 10% yaitu US$. 8.278,00

dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan di BPK-RI Jakarta sejak

tanggal 27 Mei s.d. 31 Juli 2000 dan di Washington pada bulan

Agustus 2000.

Penyelesaian akhir konsep IDP BPK-RI 2001-2003 dilakukan

oleh Alain Gellette pada tanggal 13 s.d. 18 November 2000. 11/12/2004 4:59 PM

255

Dalam menyusun Strategic Planning BPK-RI atau IDP Tahun

2001-2003, BPK Prancis bekerja sama dengan Algemene Rekenkamer

(ARK), Australian National Audit Office (ANAO), Tribunal de Cuentas

(Spanyol). Kerja sama itu dilanjutkan dengan ditunjuknya mantan

pejabat Cour des comptes (Mr. Jean Claude Cornuau) untuk

memonitor perkembangan pelaksanaan strategic planning tersebut.

7.7.4. National Audit Office (NAO), New Zealand; salah satu

program pelatihan audit dengan Office of The Controller and Auditor

General, New Zealand, adalah memberikan kesempatan kepada para

pegawai BPK di lingkungan ASOSAI untuk melakukan Job

Attachment, yang terdiri dari program 4 bulanan dan program satu

tahunan. Sejak dimulainya program ini pada tahun 1997, BPK-RI

telah ikut aktif mengirimkan pegawainya, baik untuk program jangka

pendek (4 bulan) maupun jangka panjang (satu tahun). Dafta nama

karyawan BPK alumni program magang 4 bulan (Secondment Short

Program) di Audit New Zealand, adalah sebagai berikut.

No. Nama Unit Kerja Tahun Keterangan

1. Widodo H. Mumpuni AKN V 1997

2. Priyo Susilo AKN V 1997

3. Elsa Hadiyanti AKN V 1997

4. Makmun Fuad Pwk. Yogya 1997

5. Silvia Vivi Devianti PDE 1997

6. A. Bari Rahmat AKN V 1997

7. Agustinus

Mangampa

AKN V 1999

8. Rosnelly AKN I 1999

9. Irmalina AKN III 1999

10. Rusman - 2000 Sudah keluar dari BPK

11. Susi Malinda Pusdiklat 2000 Sudah mengikuti Program

Magang 1 Tahun – 2000

12. Pri Heryanto AKN V 2000 Sudah mengikuti Program

Magang 1 Tahun – 2001

13. Chandra Yulistia - 2001 Sudah keluar dari BPK

14. Jarot Sembodo Pwk. Palembang 2001

15. Deden Masruri AKN V 2001 Sudah mengikuti Program 11/12/2004 4:59 PM

256

No. Nama Unit Kerja Tahun Keterangan

Magang 1 Tahun – 2003

16. Ridwan AKN V 2001

17. Cris Kuntadi Pwk. Palembang 2001

18. Susanti Ariningtyas Pwk. Yogya 2001 Sudah mengikuti Program

Magang 1 Tahun – 2002

19. Ade Iwan Ruswana AKN I 2002

20. Anna Retno W. AKN V 2002

21. Muh. Novel AKN V 2002

22. Ikhtaria Syaziah AKN IV 2003

23. Ridwan AKN V 2004 Sedang mengikuti Program

Magang 1 Tahun – 2004

7.7.5. Swedia; sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas auditor

dan hasil audit atas Bank Indonesia, pada awal tahun 2004 BPK-RI

menjajaki kerja sama teknis dengan SIDA (Swedish International

Development Cooperation Agency). Sampai dengan saat ini, BPK-RI

dan SIDA telah menyelesaikan tahap studi kelayakan dan sedang

dalam proses penyusunan proposal program kerja sama teknis.

Sesuai dengan kebutuhan BPK-RI, program kerja sama teknis

tersebut mencakup program training di bidang audit dan fungsi Bank

Sentral; asistensi dalam pelaksanaan audit; penyusunan manual

audit; dan penyusunan modul training terkait dengan audit Bank

Sentral. Dalam pelaksanaannya, kerja sama teknis ini direncakanan

akan melibatkan lembaga terkait, seperti the Swedish National Bank,

the Swedish Financial Management Authority, the Swedish Finance

Inspection, dan Bank Indonesia. BPK-RI juga berharap bahwa kerja

sama teknis ini dapat merintis hubungan bilateral dengan Swedish

National Audit Office (SNAO), khususnya dalam hal audit atas Bank

Sentral.

7.7.6 Malaysia; Di bawah kepemimpinan Bapak Umar

Wirahadikusumah (1973-1983), BPK-RI mulai "go internasional".

Sebelumnya, di masa kepemimpinan Bp. Suprayogi (1966-1973), 11/12/2004 4:59 PM

257

hubungan kerja sama internasional lebih ditandai dengan saling

berkunjung antara para pejabat ARK Belanda dan BPK RI.

Bapak Umar Wirahadikususmah lebih memilih negara-negara

tetangga, khususnya Malaysia sebagai "tempat belajar" mencari ilmu

dan praktik auditing. Khusus dengan Malaysia, BPK-RI mulai sering

mengutus beberapa pejabat/anggota untuk studi banding.

Seperti diketahui, pada tahun 1978 Indonesia bersama beberapa

negara Asia lainnya, yaitu Malaysia, Jepang, Philippina, India,

Pakistan dan Afghanistan bersama-sama membentuk perhimpunan

BPK se-Asia (ASOSAI). Pada Assembly pertama di India, tahun 1979,

Malaysia terpilih sebagai Sekjen ASOSAI. Dalam kesempatan itu,

disepakati juga bahwa Assembly berikutnya, yaitu pada tahun 1982,

akan diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan. Saat itu, Indonesia

terpilih sebagai penyelenggara assembly berikutnya tahun 1985. Saat

itupun ASOSAI masih mengikuti cara kesekretariatan versi INTOSAI,

dalam hal ini bersifat sekretariat tetap.

Pada tahun 1983, Bapak Umar Wirahadikusumah diganti Bapak

M. Jusuf (1983- 1993). Beliau tidak setuju dan merasa tidak siap

untuk menyelenggarakan Assembly ke-3 ASOSAI di Indonesia.

Terpaksa dilakukan "lobbying" dengan Jepang dibantu oleh Sekjen

ASOSAI, pendekatan mana berhasil dengan "membujuk" Jepang

menggantikan Indonesia sebagai penyelenggara Assembly ke-3

ASOSAI. Akan tetapi, Rapat Pengurus Governing Board meminta

kesediaan BPK-RI untuk dapat menyelenggarakan Assembly ke-4

ASOSAI pada tahun 1988. Selama masa 1985-1988, Sekjen ASOSAI

(Malaysia) telah membantu dengan aktif persiapan Indonesia,

terutama untuk mengembangkan suatu seminar yang sejak assembly

ke-2 di Korea Selatan selalu mewarnai kegiatan pokok dari

pertemuan sekali tiga tahun itu. Bahkan pada Assembly ke-4 ASOSAI

di Bali, Indonesia tahun 1988, Panitia Penyelenggara dibantu oleh 11/12/2004 4:59 PM

258

eks-Sekjen/Ketua BPK Malaysia, dan seorang eks-Assistant Deputy

Chairman BPK Malaysia, yaitu Tan Sri Ahmad Noordin dan L.T.

Kulasingham berkedudukan sebagai Special Advisor to the Chair

(M.Jusuf).

Setelah itu hubungan BPK-RI dengan BPK Malaysia mengalami

periode pasang-surut, sebagian disebabkan karena perbedaan visi

para pimpinan lembaga pemeriksa tertinggi kedua negara, dan

terutama juga karena ASOSAI mulai meniadakan sistem

kesekretariatan tetap, jadi berganti-ganti, mulai dari Malaysia,

Jepang, dan saat ini India.

Walaupun tidak menjabat sebagai Sekjen ASOSAI, BPK-Malaysia

sampai sekarang sangat giat menyelenggarakan berbagai kegiatan

internasioal seperti seminar dan training courses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar